Lifestyle
Senin, 23 Januari 2017 - 05:22 WIB

WISATA JOGJA : Malioboro Dikonsep Jadi Kawasan Ekonomi (Bagian 2/2)

Redaksi Solopos.com  /  Mediani Dyah Natalia  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Sejumlah mahasiswa dan warga penggiat sejarah mendengarkan penjelasan tentang pendirian bank dan kantor pos saat mengikuti jalan-jalan sore "Malioberen" di sepanjang jalan Malioboro, Yogyakarta, Sabtu (14/01/2017). (Desi Suryanto/JIBI/Harian Jogja)

Wisata Jogja mengenai sejarah Malioboro

Harianjogja.com, JOGJA — Siapa yang tidak tahu Malioboro? Kawasan ini selalu menjadi magnet bagi wisatawan yang berkunjung ke Jogja. Sayangnya, tidak banyak masyarakat, bahkan wisatawan yang memahami sejarah di balik kawasan paling tersohor di Indonesia ini. Melalui kegiatan Malioberen yang digagas Komunitas Malamuseum, wisatawan diajak menjelajahi setiap sudut Malioboro dan mengulik sejarah yang ada di sepanjang kawasan ini.

Advertisement

(Baca Juga : WISATA JOGJA : Jelajah Malioboro, Mengintip Sejarah Kawasan Malioboro (Bagian 1/2)

Apabila diperhatikan lebih jauh, sepanjang Kawasan Malioboro hampir sebagian besar berdiri rumah-rumah toko. Pada masa awal berdirinya Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat, konsep pemerintahan dan perekonomian telah disusun dengan cukup baik. Erwin menyebutkan dalam membangun Jogja, ada empat komponen penting dalam struktur pembangunan kota ini. Di antaranya Kraton, masjid, alun-alun dan pasar.

“Pusat pemerintahan berada di kawasan kraton termasuk keberadaan masjid, sedangkan konsep perekonomiannya, yakni pasar dibangun jauh dari pusat pemerintahannya,” ungkap Ketua Komunitas Malameseum, Erwin Djunaedi.

Advertisement

Perekonomian di kawasan ini dimulai dengan keberadaan Pasar Beringharjo yang menjadi pusat kegiatan ekonomi warga di masa itu. Dahulunya, kawasan ini merupakan hutan belantara yang banyak ditumbuhi Pohon Beringin atau dalam Bahasa Jawa dikenal dengan Ringin. Lalu di masa pemerintahan Sri Sultan Hamengkubuwono VIII, pasar ini dinamai Beringharjo, dari kata beringin dan harjo yang berarti kesejahteraan.

Denyut perekonomian di sepanjang kawasan ini semakin menggeliat, tatkala masuknya komunitas Tionghoa ke Jogja. Komunitas Tionghoa memiliki sejarah kedekatan dengan Kraton Ngayogyakarta. Keberadaan Kampung Ketandan memberikan jejak sejarah hubungan masyarakat Jawa dan Tionghoa di masa itu. Ketandan berasal dari kata tondo atau tanda, yang biasa dilakukan para pejabat penarik pajak usai menerima pembayaran pajak yang nantinya disetor kepada Kraton Ngayogyakarta.

Kedekatan warga Tionghoa, kata Erwin, berkat seorang tokoh yakni Tan Jin Sing. Seorang kapitan Tionghoa yang diberikan mandat begitu erat dengan Kraton Jogja berkat

Advertisement

“Tan Jin Sing adalah seorang Kapitan Tionghoa yang atas jasanya mendapatkan gelar dari Kraton dan diberi gelar sebagai KRT Secadiningrat,” jelas Erwin.

Peran masyarakat Tionghoa dalam menggeliatkan kawasan perekonomian masih dapat dilihat dengan beberapa bangunan tua yang masih berdiri hingga saat ini. Di antaranya rumah toko yang berderet di sepanjang Kawasan Malioboro. Konsep rumah toko kali pertama diperkenalkan oleh masyarakat Tionghoa.

“Bukan hanya masyarakat Tionghoa saja yang memberikan denyut ekonomi pada kawasan ini. Ada juga sejarah panjang masuknya saudagar-saudagar asal India dan Arab di kawasan ini,” imbuh Erwin.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif