Jogja
Senin, 23 Januari 2017 - 16:55 WIB

LAPORAN KHUSUS KORUPSI : Bau Korupsi di Pusat Diklat Guru Seni

Redaksi Solopos.com  /  Nina Atmasari  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Ilustrasi (Dok/JIBI)

Laporan khusus Harian Jogja mengangkat topik korupsi di Pusdiklat Guru Seni

 

Advertisement

Harianjogja.com, JOGJA—Lembaga penjamin mutu guru di DIY diterpa dugaan penggelembungan anggaran dan kesalahan prosedur. Duit ratusan juta rupiah diselipkan di perabot kantor. Pejabat tertinggi di instansi itu langsung menampik dugaan rasuah.

Kepolisian Daerah (Polda) DIY masih melacak dugaan korupsi yang melibatkan sejumlah pejabat teras di Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan Seni dan Budaya (P4TKSB). Sejumlah saksi sudah diperiksa.

Bahkan dalam pengusutan yang dilakukan tim dari Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda DIY, bergepok-gepok uang tunai senilai lebih kurang Rp831 juta disita dari ruang bagian keuangan di kantor yang terletak di Klidon, Sukoharjo, Ngaglik, Sleman itu.

Sejumlah dokumen yang dianggap mendukung proses penyidikan juga diboyong ke Ditreskrimsus Polda DIY dari kantor P4TKSB. Kerugian negara dari perbuatan memperkaya diri sendiri yang diduga dilakukan pejabat teras kantor penjamin mutu guru seni dan budaya tingkat nasional itu, mencapai lebih dari Rp3 miliar.

Direskrimsus Polda DIY Kombes Pol Antonius Pujianito mengatakan kasus ini bermula dari perintah Bareskrimsus Mabes Polri ke Polda DIY. Melalui Sprindik/350/XII/2016/Reskrimsus tertanggal 1 Desember 2016, pada Rabu (21/12/2016) lalu, tim Reskrimsus Polda DIY memeriksa salah satu saksi kunci dalam perkara tersebut.

Satu ponsel milik anggota staf Bagian Keuangan yang berisi bukti percakapan perintah mentransfer sejumlah uang ke nomor rekening pejabat pucuk pimpinan P4TKSB, menjadi penguat dugaan keculasan penggunaan duit negara di kantor

Selain meminta keterangan sejumlah saksi, Antonius juga mengaku telah menyita beberapa berkas penting dari kantor P4TKSB untuk proses penyidikan lebih lanjut.

Advertisement

“Kami mendatangi kantor [P4TKSB], meminta keterangan saksi, dan mengamankan berkas untuk proses penyidikan. Masih dugaan. Sampai saat ini masih dalam penyidikan lebih lanjut. Kami juga perlu berkoordinasi dengan berbagai pihak untuk melakukan penyidikan [lebih lanjut terhadap] kasus,” katanya.

Namun Antonius menolak membeberkan nama pejabat yang ditetapkan sebagai tersangka. Dia mengaku belum bisa menjelaskan secara lebih mendalam tentang kasus yang tengah ditangani direktorat yang dipimpinnya.

“Belum sampai di situ, baru sampai pemeriksaan saksi saja,” ujar dia.

Sumber Harian Jogja di Kejaksaan Tinggi DIY mengakui bahwa kantor penuntut umum yang beryurisdiksi hukum setingkat provinsi itu juga telah mendapatkan tembusan surat perintah penyidikan (sprindik) untuk kasus yang tengah mendera kantor yang dulunya bernama Pusat Pengembangan Penataran Guru (PPPG) Kesenian tersebut.

Halaman 2, Transfer Miliaran

Transfer Miliaran
Berdasarkan keterangan yang dihimpun dari sejumlah sumber di lingkungan P4TKSB, pemeriksaan atas kasus ini masih berlangsung. Puluhan pegawai di kantor tersebut juga sudah dimintai keterangan.

Penelusuran kasus ini, kata sumber itu, dimulai dari diperiksanya pegawai Penata Dokumen Keuangan P4TKSB Heri Nugroho oleh Tim Penyidik dari Reskrimsus Polda DIY. Heri diperiksa sebagai saksi sekitar dua pekan sebelum polisi menggeledah ruang Bagian Keuangan dan Bagian Kepegawaian P4TKSB.

Advertisement

Dari tangan Heri, polisi juga menyita ponsel pintar yang berisi bukti-bukti percakapan perintah memindahkan sejumlah uang ke rekening pejabat pucuk kantor tersebut. Jumlahnya tidak tanggung-tanggung, sekali transfer bisa mencapai Rp100 juta. “Minim Rp50 juta,” kata sumber itu.

Praktik meminta kiriman uang dari Bendahara Pengeluaran ini telah berlangsung beberapa kali. Sebagian ke rekening atas nama Kepala Pusat P4TKSB Salamun, sebagian lagi dialihkan ke sejumlah nama lain yang diduga kuat berafiliasi dengan Salamun.

Jika ditotal, untuk tahun anggaran 2015 saja mencapai sekitar Rp1,5 miliar. Untuk tahun anggaran 2016, totalnya Rp2

“Itu baru yang didukung dokumen-dokumennya. Masih ada yang jumlah kecil-kecil seperti Rp10 juta, Rp5 juta yang tidak tercatat. Kalau ditotal semuanya itu bisa sekitar Rp4 miliar,” kata sumber tersebut.

Harian Jogja melihat sendiri kopian bukti transfer senilai Rp100 juta ke rekening atas nama Salamun pada akhir 2015 silam. Dalam keterangan pengiriman di resi pengiriman, dituliskan “Jual Beli Mobil”.

 

Bersambung halaman 3, Penggeledahan

Advertisement

Penggeledahan
Berdasarkan sejumlah keterangan yang didapat dari Heri Nugroho, Tim Reskrimsus Polda kemudian menggeledah Kantor Bagian Keuangan dan Bagian Kepegawaian pada Rabu (21/12/2016).

Penggeledahan dilakukan pada Rabu sejak sekitar pukul 12.00 WIB hingga pukul 22.00 WIB dan masih dilanjutkan pada hari berikutnya, Kamis hingga siang. Selama pemeriksaan, lebih dari 20 personel kepolisian dikerahkan untuk mengamankan lokasi.

Saat menggeledah ruang Bagian Keuangan P4TKSB, penyidik Reskrim menemukan uang tunai yang disembunyikan di lemari, meja kerja, dan sebagian ditemukan di sela-sela berkas dokumen.

Total uang yang tersebar di ruangan berukuran sekitar 84 meter persegi itu sekitar Rp850 juta. Namun saat ditanya penyidik, pegawai dan pejabat bagian keuangan mengaku tidak tahu asal muasal uang-uang itu.

Penggeledahan dilakukan selama dua hari karena hingga Rabu malam, polisi belum berhasil membuka brankas kantor bagian keuangan lantaran kunci kotak penyimpan uang rusak. Hari berikutnya, saat brankas dibuka oleh tukang kunci yang didatangkan penyidik, isi brankas ternyata kosong, tanpa ada uang sepeser pun.

Dalam penggeledahan, penyidik menyita seabrek kertas-kertas bukti transfer dan dokumen lain. “Dokumen yang disita banyak banget. Satu mobil van polisi itu saja enggak muat untuk mengangkut dokumennya,” kata sumber tersebut.

Advertisement

Adapun dari Ruang Kepegawaian P4TKSB, disita sejumlah dokumen kepegawaian. Dokumen yang disita berkaitan dengan penyelenggaraan tugas pendidikan dan izin pendidikan untuk para pejabat kantor tersebut yang diduga menyalahi prosedur.

Selain menyalahi prosedur tentang usia pegawai yang bisa diberikan fasilitas pendidikan lanjut, biaya yang dikeluarkan kantor itu untuk tugas pendidikan dan izin pendidikan pejabatnya juga diduga digelembungkan.

Menurut sumber Harian Jogja yang lain, sejumlah pejabat di P4TKSB sudah dipanggil Reskrim Polda DIY dan diperiksa. Mereka yakni Kepala P4TKSB Salamun (sebagai pejabat kuasa pengguna anggaran); Kepala Bagian Umum Bondan Suparno (sebagai pejabat pembuat komitmen); Rusmono Yulianto, Kasubag Kepala Subbag Perencanaan dan Penganggaran yang merangkap sebagai Bendahara Pengeluaran; Agung Nugroho, mantan Bendahara Pengeluaran yang kini menjabat sebagai Kasubbag Tata Usaha dan Rumah Tangga; dan Kepala Seksi Penyelenggaraan Noor Widijantoro. Selain para pejabat struktural tersebut, belasan pegawai staf keuangan dan penanggung jawab diklat juga diperiksa.

Bersambung halaman 4, Membantah

Membantah
Kepala P4TKSB Salamun membantah pernah diperiksa oleh penyidik Reskrimsus Polda DIY. “Belum [pernah diperiksa]. Yang diperiksa hanya Bendahara dan PPK,” kata dia saat dihubungi pada Minggu (22/1),
“Kasusnya sudah selesai. Enggak ada apa-apa, enggak ditemukan apa-apa. Sudah di-SP3 itu.”

Dia mengakui sejumlah dokumen dan uang tunai sebesar Rp831 juta di ruang Bagian Keuangan dan sejumlah dokumen di ruang Kepegawaian P4TKSB disita penyidik saat kantor itu digeledah.

Advertisement

“Itu karena enggak tahu menahu dia [penyidik], jadi menyita semua dokumennya. Tapi ternyata dalam SPJ pertanggungjawaban kami, tidak ada temuan,” kata mantan Kepala Lembaga Penjamin Mutu Pendidikan (LPMP) Jawa Timur itu.

Menurut Salamun, semua berkas yang disita sudah dikembalikan ke P4TKSB pada Jumat (20/1/2017). “Uangnya Rp831 juta juga dikembalikan,” jelas dia.

Uang yang disita itu, kata dia, adalah uang pajak yang hendak dibayarkan, sudah disiapkan dan baru ditata. Selain untuk pajak, uang sebesar itu juga termasuk uang untuk membayar honor penyusunan modul alih fungsi. Honor baru mau dibayarkan karena menunggu akhir tahun. “Itu honor untuk pengajar dan para peserta. Ternyata polisi datang dan langsung disita semua,” jelasnya.

Salamun mengaku memang ada uang yang ditransfer dari Bendahara Pengeluaran ke rekening pribadinya. Menurutnya, uang itu adalah uang pribadi miliknya yang sebelumnya dititipkan kepada bendahara untuk mengatasi kegiatan P4TKSB di awal tahun saat uang negara belum cair.

“Kegiatan kan harus jalan. Makanya saya talangi dulu. Itu kan tanggungannya atau risikonya prestasi kerja saya ya [kalau kegiatan tidak jalan]. Nanti setelah selesai kegiatan baru uang itu dikembalikan. Dan itu setiap tahun begitu. Saya strateginya tiap tahun begitu,” ungkap Salamun.

Menurut dia, uang pribadi yang dipakai untuk kegiatan itu sebesar Rp500 juta.

“Uang Rp500 juta itu saya putar. Jadi nanti kalau sudah habis, saya tagih Rp500 juta, lalu saya taruh lagi Rp500 juta,” kata dia.

Advertisement

Mengenai dokumen-dokumen yang disita dari ruang kepegawaian, Salamun mengaku penyidik hanya hendak mencari kepastian apakah dia betul merangkap jabatan di LPMP Jawa Timur sekaligus menjadi Kepala P4TKSB sembari menunggu pengganti Kepala LPMP Jawa Timur.
Menurut penuturan Salamun, ia baru resmi menjabat penuh sebagai Kepala P4TKSB per Februari 2016.

“Saya Senin-Selasa di Surabaya, Rabu-Jumat di Jogja. Jadi mereka [penyidik] hanya mau memastikan bukti absensi kehadiran saya saja di kantor dan surat tugas [menjadi kepala P4TK],” ujarnya.

Salamun membantah dokumen yang disita di ruang kepegawaian terkait dengan pemberian fasilitas pendidikan lanjut bagi pejabat dan pegawai di P4TKSB yang menyalahi prosedur. “Semua [pemberian fasilitas pendidikan lanjut bagi pegawai] itu enggak ada yang salah. Ada kok Pemendiknasnya. Sekolah buat pegawai itu untuk usia berapa aja enggak masalah itu,” kata dia.

Bersambung halaman 5, Terbesar setelah Sleman

Terbesar setelah Sleman

 

Zaenur Rohman, Peneliti Pusat Kajian Antikorupsi (Pukat) Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (UGM) mengatakan, jika betul angka memperkaya diri sendiri tersebut mencapai lebih dari Rp3 miliar, ini adalah korupsi di bidang pendidikan dengan jumlah kerugian negara terbesar yang terjadi di wilayah hukum DIY setelah kasus korupsi pengadaan buku ajar di Sleman yang menyeret Bupati Sleman Ibnu Subiyanto ke bui pada 2010 lalu. Kerugian negara dalam kasus Ibnu tercatat senilai Rp12,1 miliar.

Menurutnya, korupsi di bidang pendidikan akan menimbulkan kerusakan yang sangat besar. Terlebih lagi, korupsi ini menimpa institusi yang bertugas meningkatkan kualitas guru pendidik. “Korupsi ini tentu berkaitan dengan pembentukan kualitas dan karakter sumber daya manusia Indonesia,” ujarnya.

Oleh karena itu, kata dia, masyarakat tentu bakal antusias mengikuti perkembangan kinerja Kepolisian dalam upaya mengungkap dugaan korupsi di P4TKSB tersebut.

Saat ini kasus tersebut sudah masuk tahap penyidikan. Artinya, kata dia, polisi yakin telah terjadi tindak pidana. Sesuai Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) dalam tahap penyidikan, penyidik mencari dan mengumpulkan alat bukti untuk membuat terang peristiwa pidana guna mencari tersangkanya.

“Saya berharap dugaan korupsi di PPPPTK SB dapat diungkap hingga tuntas oleh Polri,” katanya.

Advertisement
Kata Kunci : Kasus Korupsi Jogja
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif