News
Senin, 23 Januari 2017 - 07:30 WIB

Donald Trump Dilantik, Indonesia Harus Waspada

Redaksi Solopos.com  /  Adib Muttaqin Asfar  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Presiden Amerika Serikat Donald Trump dan ibu negara Melania Trump di acara perayaan pelantikan Donald Trump sebagai presiden di Washington DC, Jumat (20/1/2017) waktu setempat. (JIBI/Solopos/Reuters/Lucy Nicholson)

Pemerintah Indonesia diminta waspada terhadap berbagai skenario situasi ekonomi setelah Donald Trump dilantik.

Solopos.com, JAKARTA — Center of Reform on Economic (Core) menilai pemerintah Indonesia harus serius memasang kuda-kuda senagai bentuk antisipasi perubahan situasi ekonomi menyusul pelantikan Donald Trump sebagai Presiden Amerika Serikat (AS).

Advertisement

Direktur Core Mohammad Faisal mengatakan dari sisi fiskal, potensi kenaikan suku bunga The Fed akan mengakibatkan biaya penerbitan obligasi pemerintah Indonesia semakin mahal. Kebijakan Trump yang ekspansif nantinya menurutnya tidak hanya akan meningkatkan jumlah utang yang harus dibiayai dengan obligasi, namun juga akan mendorong kenaikan inflasi.

The Fed bahkan telah berencana menaikkan suku bunga acuannya hingga ke level 1,75% pada akhir 2017. Implikasinya, imbal hasil obligasi AS juga akan semakin meningkat. Hal ini kemudian akan mendorong meningkatnya aliran modal dari negara-negara lain termasuk dari Indonesia ke negara tersebut.

Advertisement

The Fed bahkan telah berencana menaikkan suku bunga acuannya hingga ke level 1,75% pada akhir 2017. Implikasinya, imbal hasil obligasi AS juga akan semakin meningkat. Hal ini kemudian akan mendorong meningkatnya aliran modal dari negara-negara lain termasuk dari Indonesia ke negara tersebut.

“Dengan demikian, yield obligasi pemerintah akan terdorong untuk semakin tinggi. Hal ini tentu saja akan semakin membebani APBN mengingat porsi utang dalam bentuk obligasi mencapai 79% dari total outstanding utang pemerintah per November 2016,” ujarnya, Sabtu (21/1/2017).

Dari sisi moneter, pihaknya menilai volatilitas rupiah yang berpotensi lebih tinggi tahun ini akan mendorong BI menerapkan kebijakan moneter yang lebih ketat. Aliran modal keluar dari Indonesia berpotensi meningkat lebih tinggi dibandingkan dengan periode-periode sebelumnya ketika tingkat suku bunga the Fed masih cukup rendah.

Advertisement

Dengan melihat track record kebijakan BI selama ini, 7 Day Repo Rate diperkirakan belum akan bergerak turun, bahkan berpotensi untuk meningkat. Apalagi, potensi kenaikan inflasi tahun ini akan lebih tinggi dibandingkan dengan tahun lalu.

Saingan Ekspor

Dari sisi perdagangan, kebijakan perdagangan AS yang berpeluang semakin protektif tidak akan terlalu banyak berpengaruh terhadap kinerja ekspor Indonesia ke negara itu. Selama ini, ujarnya, AS memang menjadi mitra dagang utama Indonesia dengan nilai total perdagangan pada Januari 2016 sampai Oktober 2016 mencapai US$19,27 miliar.

Advertisement

Akan tetapi, produk-produk ekspor andalan Indonesia ke AS, selain merupakan produk-produk yang berbasis komoditas yang kompetitif seperti karet, udang dan furniture, juga merupakan produk manufaktur padat karya yang mengandalkan upah buruh murah, seperti tekstil dan produk tekstil serta alas kaki. Kontribusi tekstil, produk tekstil dan alas kaki mencakup 31% dari total ekspor Indonesia ke AS.

Dengan tingkat upah yang relatif tinggi, peluang AS untuk membangun industri manufaktur padat karya yang kompetitif masih sangat kecil. Dengan demikian, AS diperkirakan akan tetap mengimpor produk-produk tekstil, pakaian jadi dan alas kaki dari negara-negara yang berupah buruh murah seperti Vietnam dan Indonesia.

“Yang justru perlu lebih dikhawatirkan sebenarnya adalah pangsa pasar ekspor Indonesia untuk produk-produk tersebut yang semakin tersaingi oleh produk-produk serupa dari negara-negara lain yang memiliki tingkat upah lebih rendah, seperti Vietnam dan Bangladesh,” katanya.

Advertisement

Selain itu, produk-produk manufaktur dari Indonesia saat ini sebenarnya sudah dikenakan tarif yang cukup tinggi dengan rata-rata tarif di atas 10%. Tarif ini jauh lebih tinggi dibandingkan tarif yang dikenakan terhadap produk-produk manufaktur impor dari Meksiko yang umumnya hampir 0%, karena adanya kesepakatan perdagangan bebas antara negara-negara NAFTA.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif