Rabu, 18 Januari 2017 - 05:40 WIB

PENAMBANGAN LIAR SLEMAN : Satu Backhoe Disimpan Dibalik Bukit

Redaksi Solopos.com  /  Sumadiyono  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Panduan Informasi dan Inspirasi

Lahan pertanian yang dijadikan daerah pertambangan sekitar dua hektare.

Harianjogja.com, SLEMAN- Aksi penambangan manual di wilayah Boyong, Hargobinangun melibatkan satu alat berat. Sebuah bukit untuk wilayah pertanian di sisi Utara Museum Gunung Merapi (MGM) itu dipenuhi oleh tebing-tebing terjal.

Advertisement

Dari pantauan Harian Jogja, lahan pertanian yang dijadikan daerah pertambangan sekitar dua hektare. Mulai dari kaki bukit hingga wilayah atas. Pengerukan pasir yang dilakukan penambang menyiptakan tebing-tebing curam di sekitar penambangan. Dalamnya tebing akibat pengerukan sekitar delapan meter.

Tidak semua bukit dipapas untuk penambangan. Beberapa masih dijadikan lahan pertanian oleh warga. Sebagian lahan penambangan dilakukan secara manual oleh warga. Namun yang mencengangkan, ada alat berat backhoe yang disimpan di balik bukit. Backhoe tersebut saat itu memang belum beroperasi. Namun menurut penuturan warga, alat berat tersebut terkadang digunakan dengan alasan untuk relokasi.

“Lahan yang masih dijadikan lahan pertanian itu lahannya nggak mau dijual. Jadi dibiarkan tetap seperti itu. Kalau dilihat, tebing hasil penambangan sangat berbahaya karena curam,” kata Suhar, warga Boyong, Hargobinangun saat ditemui di sekitar lokasi.

Advertisement

Dia menjelaskan, penambangan tersebut terjadi sekitar setahun lebih. Pada akhir Desember hingga awal Januari penambang sempat berhenti. Sejak oekan kedua bulan ini, aktivitas penambangan kembali marak. Bahkan jumlah truk yang hilir mudik semakin banyak. Mereka juga ditarik retribusi saat akan keluar dari lokasi penambangan. “Selama 30 menit saja ada sekitar 10 truk yang turun, belum yang naik. Satu jam ya sekitar 20 truk yang turun,” papar Suhar.

Menurutnya, keberadaan penambangan tersebut menimbulkan pro dan kontra di masyarakat. Ada yang mendukung, ada juga yang menolak. Hal itu dibuktikan dengan tidak semuanya lahan pertanian di wilayah perbukitan itu ditambang. Suhar tidak mengetahui berapa nilai transaksi lahan yang dijual belikan itu. Namun berkaca pada penjualan lahan di Umbulharjo, Cangkringan, setiap satu meter lahan warga dihargai Rp300.000 untuk penambangan.

Suhar, bersama warga yang kontra dengan penambangan tersebut berharap ada tindakan tegas dari pemangku kebijakan. Pasalnya, penambangan tersebut menimbulkan kerusakan lingkungan yang parah. Warga juga kawatir terjadi bencana longsor di lokasi tersebut. Pasalnya, beberapa waktu lalu pernah ada kasus penambang yang tewas karena tertimbun material. “Dulu bukit itu lebih tinggi dari MGM, kalau sekarang sudah lebih rendah dari MGM,” katanya.

Advertisement

Terpisah, Kepala Desa Hargobinangun Rushartadi mengaku sudah mendapatkan informasi terkait aktivitas penambangan tersebut. Menurutnya, penambangan tersebut manual tersebut berada dilahan pribadi. Hanya saja yang menjadi masalah, kata Rushartadi, cara penambang yang mengeruk lahan dinilai bermasalah. Sebab lahan yang dikeruk terlalu dalam.

“Kalau backhoe, menurut informasi yang saya dapat tidak digunakan untuk mengangkut material tetapi untuk meratakan tanah. Tetapi keberadaan tambang itu memang bermasalah, kami sudah lakukan sosialisasi. Tetapi kewenangan izin tetap ada di Provinsi,” katanya.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif