Soloraya
Rabu, 18 Januari 2017 - 20:15 WIB

BUPATI KLATEN DITANGKAP KPK : Demi Promosi Jabatan, PNS Aktif Setor ke Pengepul

Redaksi Solopos.com  /  Suharsih  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memeriksa PNS Pemkab Klaten di Mapolres Klaten, Selasa (17/1/2017). (Ponco Suseno/JIBI/Solopos)

Bupati Klaten Ditangkap KPK, sejumlah PNS diketahui aktif setor uang ke pengepul agar mendapat promosi jabatan.

Solopos.com, KLATEN — Orang dekat Bupati Klaten Sri Hartini dari kalangan swasta, Sukarno alias Bekur, membuat pengakuan tentang adanya sejumlah pegawai negeri sipil (PNS) yang secara proaktif menyetor uang kepadanya agar mendapat promosi jabatan dari Sri Hartini.

Advertisement

“Saya itu hanya membantu PNS yang ingin naik jabatan [promosi]. Saya itu sebenarnya pasif. Justru beberapa PNS yang aktif menemui saya untuk setor uang. Beberapa PNS itu sengaja menemui saya karena sudah tahu kedekatan saya dengan Bupati [Sri Hartini],” kata Sukarno saat ditemui Solopos.com seusai menjalani pemeriksaan oleh penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Mapolres Klaten, Rabu (18/1/2017).

Sebagaimana diinformasikan, Sukarno alias Bekur termasuk salah satu dari delapan orang yang ditangkap KPK pada Jumat (30/12/2016) lalu. Dia menceritakan kronologi penangkapan dirinya oleh KPK di Kradenan, Kecamatan Trucuk.

Advertisement

Sebagaimana diinformasikan, Sukarno alias Bekur termasuk salah satu dari delapan orang yang ditangkap KPK pada Jumat (30/12/2016) lalu. Dia menceritakan kronologi penangkapan dirinya oleh KPK di Kradenan, Kecamatan Trucuk.

Saat itu, dia menyimpan uang senilai Rp80 juta milik seorang tenaga harian lepas (THL) di salah satu instansi pemerintah di Klaten. Sedianya uang itu untuk mendukung seorang PNS guna menduduki jabatan kepala di Unit Pelaksana Teknis Dinas (UPTD)Pendidikan. (Baca juga: Orang Dekat Sri Hartini Sebut Ada 6 Orang “Minta Tolong” Padanya)

“Kalau ingin ke UPTD [Pendidikan], mestinya membayar Rp100 juta. Tapi, THL-nya itu baru menyetor uang Rp80 juta. Uang itu diserahkan di Empon-Empon Klaten pada malam sebelum Operasi Tangkap Tangan [OTT]. Berhubung kurang Rp20 juta, saya simpan dulu di rumah. Begitu digenapi menjadi Rp100 juta, saya baru serahkan ke Ibu [Sri Hartini]. Ternyata saya ditangkap KPK terlebih dahulu,” kata dia.

Advertisement

“Selain pasif, saya tidak mengambil keuntungan apa-apa soal ini. Sehabis pulang dari Jakarta itu, saya juga sudah lega. Semuanya sudah saya jelaskan ke penyidik,” kata dia.

Sementara itu, KPK tak menutup kemungkinan bakal menerapkan pasal turut serta dalam kasus jual-beli jabatan di lingkungan Pemkab Klaten. Kesimpulan tersebut terkuak saat penyidik KPK kembali memeriksa sejumlah PNS Pemkab Klaten di Mapolres Klaten, Rabu.

Di antara PNS yang diperiksa KPK ada Sekretaris Daerah (Sekda) Klaten Jaka Sawaldi, Kepala Dinas Pendidikan (Disdik) Klaten Pantoro, pegawai Badan Perencanaan Penelitian dan Pengembangan Daerah(Bappeda) Klaten Bambang, Sekretaris Kecamatan (Sekcam) Karanganom Tomisila, Direktur Bank Klaten Tulus Yunianto, mantan petugas di rumah dinas (rumdin) bupati Klaten Suraji, Sukarno alias Bekur, dan sejumlah pegawai di Dinas Pekerjaan Umum (DPU) dan Tata Ruang Klaten, serta beberapa PNS lainnya. (Baca juga: Puluhan PNS Klaten Diperiksa KPK)

Advertisement

“Saya lebih banyak ditanyai terkait pengisian pejabat organisasi perangkat daerah [OPD] baru. Lalu ngobrol soal peraturan pemerintah dan peraturan daerah. Dalam kasus kemarin [OTT Sri Hartini], saya dan Badan Pertimbangan Jabatan dan Kepangkatan [Baperjakat] tak tahu apa-apa. Tiba-tiba ada kejadian itu. Ke depan, kami berharap fungsi Baperjakat dioptimalkan lagi,” kata Sekda Klaten, Jaka Sawaldi.

Hal senada dijelaskan Kepala Disdik Klaten, Pantoro. “Saya hanya melengkapi [keterangan] yang kemarin,” katanya.

Kepala Biro Humas KPK, Febri Diansyah, mengatakan pemeriksaan saksi-saki dari PNS di Klaten merupakan tindak lanjut penyidikan kasus dugaan jual beli jabatan yang menyeret Bupati Klaten Sri Hartini dan mantan Kepala Seksi (Kasi) SMP Disdik Klaten Suramlan. Saat ini, Sri Hartini dan Suramlan sudah ditetapkan sebagai tersangka karena sudah ada alat bukti yang cukup.

Advertisement

“Kami tak tebang pilih dalam menangani kasus di Klaten. Yang paling tinggi kan sudah kami proses. Tak menutup kemungkinan ada juga pihak-pihak yang harus bertanggung jawab. Ada juga yang diduga memberi [penyetor]. Penyidik bisa saja menggunakan pasal 55 [pasal turut serta] kalau memang ada yang terlibat ikut,” kata Febri Diansyah.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif