Soloraya
Selasa, 10 Januari 2017 - 13:40 WIB

Dipungut Rp550.000 untuk Prona, Warga Karangkendal Melapor ke Kejari Boyolali

Redaksi Solopos.com  /  Rohmah Ermawati  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Ilustrasi sertifkat (tanda bukti hak) atas tanah. (JIBI/Solopos/Dok.)

Pungli Boyolali, warga Karangkendal melapor telah ditarik Rp550.000 untuk mengurus sertifikat tanah melalui prona.

Solopos.com, BOYOLALI — Dugaan adanya pungutan liar (pungli) muncul di Kabupaten Boyolali. Masyarakat Desa Karangkendal Kecamatan Musuk melapor ke Kejaksaan Negeri (Kejari) Boyolali terkait dugaan pungli proyek operasi nasional agraria (prona) di desa setempat.

Advertisement

“Yang kami laporkan adalah dugaan pungli yang mengarah pada tindak pidana korupsi, untuk prona tahun anggaran 2014-2015 dan 2016-2017,” kata warga Dukuh Daganrejo RT 004/RW 001, Karangkendal, Musuk, Sindu Hadi Permono, beberapa hari lalu.

Sindu menjelaskan pada tahun 2015 warga yang mengurus sertifikat tanah melalui prona dipungut biaya Rp550.000/bidang atau per sertifikat. Total permohonan pengurusan sertifikat prona pada tahun tersebut sebanyak 257 bidang.

“Pendaftaran dan pungutan biaya itu sudah dimulai sejak 2013 dan setiap warga yang ingin ikut prona harus lunas terlebih dahulu senilai pungutan itu,” kata Sindu. Menurut dia, instruksi tersebut disampaikan langsung Kepala Desa Karangkendal, Slamet Suryanto.

Advertisement

Yang menjadi persoalan, lanjut Sindu, kuota prona yang diberikan Badan Pertanahan Nasional (BPN) kepada Desa Karangkendal pada tahun 2015 ternyata hanya 50 sertifikat. Sampai saat ini masih ada ratusan warga yang sudah membayar biaya Rp550.000 tetapi belum mendapatkan sertifikat yang dimaksud.

Pungutan senilai Rp550.000 dinilai memberatkan masyarakat karena semestinya prona adalah program gratis dari pemerintah. “Kalaupun ada biaya yang harus ditanggung sendiri oleh pemohon, tentu tidak akan setinggi itu,” kata dia.

Kasi Intel Kejari Boyolali, Sulistyo Wahyudi, membenarkan adanya laporan terkait dugaan pungli yang mengarah pada tindakan korupsi.

Advertisement

“Memang dari warga pernah datang ke kejaksaan dan menyampaikan laporan ke Seksi Pidana Khusus, dan saat ini dialihkan ke Seksi Intel. Namun, untuk laporan itu baru akan kami tindaklanjuti karena kebetulan laporan masuk menjelang akhir tahun,” kata Sulistyo.

Kades Karangkendal, Slamet Suryanto, mengetahui jika ada masyarakat yang membawa urusan prona ke ranah hukum. “Dibilangnya saya pungli. Memang ada pungutan Rp550.000/sertifikat tapi itu kesepakatan bersama warga dengan pelaksana,” kata Slamet.

Dia enggan disebut melakukan pungli karena pihaknya sudah berkoordinasi dengan pihak BPN soal biaya dan penyelenggaraan prona. “Itu kan salah satu persyaratan. Ya, kalau sampai dilaporkan ke kejaksaan ya mangga saja,” ungkap dia.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif