Soloraya
Kamis, 5 Januari 2017 - 07:10 WIB

TRANSPORTASI SOLO : Penghapusan Retribusi Tirtonadi Berpotensi Melanggar Hukum

Redaksi Solopos.com  /  Suharsih  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Penumpang bus memasuki pintu peron Terminal Tirtonadi, Solo, Minggu (1/1/2017). (Nicolous Irawan/JIBI/Solopos)

Transportasi Solo, penghapusan retribusi Terminal Tirtonadi berpotensi merugikan negara.

Solopos.com, SOLO — Pengelola Terminal Tirtonadi Solo membebaskan atau menghapus sementara penarikan retribusi untuk pelayanan peron atau jasa ruang tunggu penumpang, bus masuk, parkir kendaraan, sewa kios, hingga sewa loket bus malam, mulai 1 Januari 2017.

Advertisement

Keputusan ini dinilai berpotensi menimbulkan masalah baru, yakni melanggar hukum. Kebijakan penghapusan retribusi itu diberlakukan sesuai surat edaran dari Direktorat Jenderal Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan bernomor KP.801/10/8/DJPD/2016 tertanggal 28 Desember 2016 bagi operator terminal tipe A di Indonesia.

SE itu menyebut penarikan retribusi di terminal tipe A yang selama ini menggunakan acuan perda tidak diberlakukan hingga ditetapkan Peraturan Pemerintah mengenai Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) untuk jasa pelayanan terminal. “Ini bisa memicu masalah baru karena dengan menggratiskan retribusi itu merugikan keuangan negara. Maka dari itu, berpotensi melanggar hukum,” papar Anggota Komisi III DPRD Solo, Suharsono, kepada wartawan, Rabu (4/1/2017).

Menurut dia, seharusnya di masa transisi semacam ini penarikan retribusi tetap diberlakukan. Hal ini merujuk aturan Perda. Prinsipnya, jika belum ada aturan baru yang mengatur suatu hal maka aturan lama masih berlaku.

Advertisement

Sementara itu, Ketua Komisi III DPRD Solo, Honda Hendarto, punya pendapat berbeda. Ia menilai kebijakan dari Kementerian Perhubungan untuk menghentikan sementara penarikan retribusi itu tepat. Menurut dia, sampai saat ini belum ada regulasi yang jelas terkait pengelolaan terminal.

“Jika penarikan ini tetap dilanjutkan bisa dianggap sebagai pungutan liar. Maka dari itu tepat jika dihentikan dulu sampai ada payung hukum yang menaunginya,” ungkapnya.

Meskipun begitu, Honda meminta agar pelayanan pengelola Terminal Tirtonadi terhadap masyarakat tetap baik. Ia mendesak adanya kebijakan baru segera dikeluarkan sehingga nantinya apa yang dilakukan pengelola ada dasar hukumnya.

Advertisement

Di sisi lain, pengalokasian anggaran untuk terminal senilai Rp10 miliar dari APBD dianggap tak masalah. Padahal status Terminal Tirtonadi saat ini sudah berada di bawah Kementerian Perhubungan. Menurut dia, anggaran ini bisa digunakan kembali pada APBD Perubahan untuk alokasi yang lain.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif