Jogja
Kamis, 29 Desember 2016 - 17:20 WIB

PENTAS SENI JOGJA : Naskah Terakhir Aris Purwoko Dipentaskan Berbalut Bahasa Gado-Gado

Redaksi Solopos.com  /  Nina Atmasari  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Penampilan ketoprak bertajuk Sabaya Mukti, Sabaya Pati yang menampilkan kisah keberanian Damarwulan, satriya dari Kerajaan Majapahit yang mengalahkan Minak Jinggo, Raja Blamabangan yang dipentaskan di Societet Militaire, Selasa (27/12/2016) malam. (Holy Kartika N.S/JIBI/Harian Jogja)

Pentas seni Jogja berupa Naskah Terakhir Aris Purwoko dipentaskan berbalut bahasa gado-gado

Harianjogja.com, JOGJA- Harta, tahta, dan wanita dijadikan alasan pembenar untuk berkuasa. Kuasa atas segala yang ada. Kuasa atas sesuatu yang sebenarnya juga tidak ada. Kuasa atas kuasa, selalu menebar angkara untuk kepuasan bagi dirinya. Demikian petikan sinopsis Sabaya Mukti, Sabaya Pati, sebuah pementasan ketoprak karya terakhir Aris Purwoko berlatar kekacauan di Kerajaan Majapahit.

Advertisement

Ratu Dyah Ayu Kencana Wungu, berdiri di sebuah pelataran kerajaan dengan kegundahan hatinya yang terpaksa menerima pinangan Adipati Minak Jinggo.

Namun, ternyata niat pinangan Minak Jinggo berlatar nafsu untuk menguasai Tanah Majapahit membuat sang ratu meradang. Dia pun memerintahkan sang paman, Adipati Minak Kocar untuk mencari laki-laki gagah dan kuat untuk bisa mengalahkan Menak Jinggo.

Advertisement

Namun, ternyata niat pinangan Minak Jinggo berlatar nafsu untuk menguasai Tanah Majapahit membuat sang ratu meradang. Dia pun memerintahkan sang paman, Adipati Minak Kocar untuk mencari laki-laki gagah dan kuat untuk bisa mengalahkan Menak Jinggo.

Dialah Damarwulan, sosok pemuda gagah, rupawan lagi pemberani yang akhirnya diutus untuk mengalahkan penguasa Blambangan. Kisah ini ditampilkan energik dan tampak sentilan-sentilan nakal mengundang tawa dalam setiap adegan ceritanya.

Ada sentilan tentang persoalan negara dalam kisah ini, ada pula sentilan tentang isu-isu sosial yang berkembang dalam masyarakat.

Advertisement

Jika kebanyakan ketoprak ditampilkan dengan Bahasa Jawa ngoko atau krama inggil, maka tidak dengan kisah Damarwulan dan Minak Jinggo di atas panggung Societet Militaire, Taman Budaya Yogyakarta, Selasa (27/12/2016) malam itu. Kisah legenda ini menjadi sebuah atraksi panggung yang tak lagi terlihat kuno, karena dibalut dengan bahasa gado-gado nan luwes.

“Bahasa yang digunakan dalam pementasan ini campuran Bahasa Indonesia dan Bahasa Jawa. Hal itu untuk memudahkan cerita sampai kepada para penonton,” ujar Sutradara pementasan Brisman.

Atraksi seni ini ditampilkan begitu energik oleh sekumpulan anak muda. Gaya khas mbeling atau nakal yang selalu menjadi ciri dari kelompok ini dihadirkan oleh para pemuda pegiat seni tradisi ini.

Advertisement

“Ciri khas itu ada pada diri anak muda, seperti dari guyonan-guyonan hingga adegan menggelitik di atas panggung,” ungkap Asisten Sutradara pementasan, Heri.

Mengambil judul Sabaya Mukti, Sabaya Pati yang secara umum diartikan sebagai suatu kebersamaan dalam sebuah keluarga. Heri mengungkapkan dalam sebuah kelompok atau keluarga, kekompakan dan kekeluargaan mesti menjadi hal yang dijunjung tinggi. Esensi yang ingin ditampilkan yakni dalam hal mengangkat seni tradisi yang ada di Jogja.

“Berangkat dari keinginan kami ini, untuk mengangkat kesenian tradisional yang dapat dikemas berbeda supaya bisa digemari kawula muda. Maka pemainnya dominan adalah anak-anak muda,” imbuh Heri.

Advertisement

Pementasan semacam ini juga yang diinginkan Aris Purwoko, sang empu naskah yang telah mangkat setahun silam. Naskah terakhir ini menjadi pementasan yang ditampilkan dalam rangka pengetan atas meninggalnya salah satu pendiri Sastra mBeling ini. Dipentaskan oleh 50 penampil dan sepuluh pemusik gamelan, ketoprak ini sukses mengundang gelak tawa penonton malam itu.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif