Jogja
Selasa, 20 Desember 2016 - 16:35 WIB

KEKERASAN REMAJA : DO Pelajar Klithih Tak Melanggar HAM

Redaksi Solopos.com  /  Nina Atmasari  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Foto Ilustrasi . (JIBI/Harian Jogja/Antara)

Kekerasan remaja yang dilakukan pelajar mendapat tanggapan dari berbagai kalangan

Harianjogja.com, JOGJA – Ketua Parampara Praja yang juga Penasehat Gubernur DIY Mahfud MD menyarankan perlunya penindakan hukum secara tegas bagi pelajar yang terlibat aksi klithih terutama berakibat hilangnya nyawa orang lain.

Advertisement

Jika pelaku terbukti melakukan pidana, tindakan drop out (DO) atau mengeluarkan pelajar tersebut dari sekolah dinilai bukan termasuk pelanggaran terhadap Hak Asasi Manusia (HAM).

Mahfud menilai, tindakan mengeluarkan pelaku kekerasan dari tempat belajar bisa dilakukan sebagai hukuman disiplin atau administrasi. Hukuman pemecatan atau skorsing bisa dijatuhkan dengan melihat apa yang menjadi latarbelakangnya.

Advertisement

Mahfud menilai, tindakan mengeluarkan pelaku kekerasan dari tempat belajar bisa dilakukan sebagai hukuman disiplin atau administrasi. Hukuman pemecatan atau skorsing bisa dijatuhkan dengan melihat apa yang menjadi latarbelakangnya.

“Sekarang ada hukum administrasi atau disiplin itu berlaku bagi PNS, pelajar, mahasiswa dan lainnya, dimana hukuman pemecatan, skors itu bisa dijatuhkan tergantung pada apa yang melatarbelakangi terjadinya peristiwa itu,” ungkapnya saat dimintai komentar terkait aksi klithih, di Kepatihan, Senin (19/12/2016).

Pakar hukum tata negara ini menilai, tindakan mengeluarkan pelajar dari sekolah karena terlibat pidana penganiayaan yang berakibat hilangnya nyawa tidak termasuk melanggar HAM.

Advertisement

“Misalnya hak asasi saya itu bisa dirampas oleh negara apabila saya melanggar HAM anda, misalnya saya menganiaya anda, karena negara melindungi HAM anda. Semua sanksi itu tidak melanggar karena untuk melindungi HAM-nya orang lain,” tegas.

Tetapi, kata Mahfud, persoalan kekerasan dengan pelaku anak banyak tinjauan sebagai salahsatu solusi jangka panjang. Secara hukum pelaku harus ditindaktegas agar orang lain berhati-hati untuk melakukan sesuatu yang berakibat pada tindak kekerasan.

Siapapun yang melakukan tindak kekerasan terhadap orang lain, entah penganiayaan hingga pembunuhan maka klasifikasinya bisa diproses secara hukum. Meskipun pelaku anak dibawah umur atau remaja juga ada hukumnya, seperti dikurangi sepertiga dari ancaman maksimal.

Advertisement

“Artinya kalau dari sudut hukum tinggal dibawa ke pengadilan sesuai dengan hukum yang berlaku dan penanganannya harus serius,” kata dia.

Lebih penting lagi, lanjutnya, harus ada upaya menciptakan situasi yang kondusif di bidang pendidikan agar sikap brutal itu tidak mudah muncul seperti akhir-akhir ini. Hal itu bukan hanya materi pendidikan seperti kurikulum, tetapi negara harus menciptakan lingkungan sosial yang bagus.

Terutama bagi hubungan antarpelajar, antaranak muda dan antar masyarakat sekaligus menciptakan rasa optimisme atau janji bahwa Indonesia akan memberikan masa depan yang baik kepada mereka.

Advertisement

“Harapan umum rakyat terhadap bangsa itu juga belum jelas petanya, apa yang bisa dijanjikan sehingga banyak orang yang mungkin setengah frustasi atau frustasi lalu berbuat hal-hal yang tidak-tidak,” ucapnya

Kapolda DIY Brigjen Pol Ahmad Dhofiri menyatakan, pihaknya konsisten untuk menindak tegas para pelaku yang terlibat penganiayaan.

Kasus di Bantul yang menewaskan satu korban, sementara masih 10 tersangka, sedangkan Kulonprogo tiga tersangka. Akantetapi, karena anak di bawah umur, maka ada batasan yang harus dilakukan oleh petugas.

Seperti memberikan pendampingan saat diperiksa, menahan di ruang tahanan khusus anak. Proses hukum di kepolisian berlangsung 15 hari harus segera dikirim ke Kejadkaan.

“Tida ada kendala walaupun dia masih remaja prosesnya boleh dilakukan peradilan cuma hanya ada batasan. Kemarin pasal yang dikenakan pengeroyokan dan penganiayaan,” ungkapnya.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif