Bandara Kulonprogo memberikan ganti rugi termasuk pada warga penggarap lahan PAG
Harianjogja.com, KULONPROGO-Munculnya gugatan kepemilikan dari kerabat Paku Buwono X memicu keresahan para penggarap lahan Paku Alam Ground (PAG) terdampak bandara Temon Kulonprogo. Hal tersebut menambah ketidakjelaskan akan kompensasi yang sebelumnya dituntut penggarap.
Sejauh ini, wacana kompensasi yang akan diberikan oleh Puro Pakualaman belum juga ada kejelasan. Agus Parmana, Kepala Desa Glagah, mengatakan penggarap PAG banyak yang sudah mempertanyakan nasib mereka ke perangkat desa.
“Sudah banyak yang tanya karena resah kompensasi semakin tidak jelas,” jelasnya pada Senin (19/12/2016).
“Sudah banyak yang tanya karena resah kompensasi semakin tidak jelas,” jelasnya pada Senin (19/12/2016).
Menurutnya, keresahan tersebut muncul karena pembayaran lahan PAG tertunda akibat sengketa kepemilikan lahan tersebut. Dengan demikian, pembayaran kompensasi kepada penggarap juga semakin tertunda.
Dijelaskan pula oleh Agus, warga khawatir terpaksa harus pindah sebelum menerima kompensasi yang dijanjikan. Padahal, pengosongan lahan PAG salah satunya sudah harus dilakukan pada 1 Januari ini guna membangun runway bandara.
Konflik tersebut berlanjut ke meja hijau dengan adanya gugatan ke Pengadilan Negeri Wates kepada KGPAA Pakualam X dan Direksi PT Angkasa Pura I.
Adapun, Puro Pakulaman telah menyetujui pemberian kompensasi kepada penggarap PAG sebesar Rp25miliar. Jumlah tersebut akan dibagikan kepada seluruh penggarap lahan seluas 128 hektar itu.
Penggarap sendiri sebenarnya menuntut kompensasi dengan jumlah setara dengan yang diterima ketika pembangunan pabrik pasir besi. Sedianya, Puro Pakualaman akan menerima ganti rugi sebesar Rp727 miliar atas lahannya yang terdampak bandara.
Selain itu, Agus juga mengatakan jika perangkat desa belum mendapatkan pemberitahuan apapun akan jadwal pembayaran ganti rugi fasilitas sosial (fasos) dan fasilitas umum (fasum). Selama ini, baru ada undangan untuk koordinasi semata dan perangkat desa masih menunggu perintah lebih lanjut.
Gutomo Putro, warga Desa Glagah, Temon yang merupakan salah satu penggarap berharap jerih payahnya selama bertahun-tahun menggarap lahan tersebut dihargai. Terlebih lagi, kebanyakan lahan dulunya merupakan lahan tandus yang tak terawat dan gersang.
“Warga kemudian mengusahakan agar bisa dijadikan warung, tempat bertani, atau penginapan,” keluhnya.
Karena itu, warga penggarap hanya meminta agar ganti rugi segera diberikan dengan besaran yang layak atas apa yang telah dilakukan.