Jogja
Jumat, 16 Desember 2016 - 07:40 WIB

Penutupan Lokalisasi Tidak Menjamin Bebas Prostitusi

Redaksi Solopos.com  /  Sumadiyono  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Foto Ilustrasi (JIBI/Harian Jogja/Reuters)

Sselama ini dengan adanya lokalisasi mempermudah perlindungan medis dan kekerasan terhadap PSK.

Harianjogja.com, JOGJA-Perhimpunan Perempuan Pekerja Seks Komersial Yogyakarta (P3SY) menilai penggusuran dan penutupan lokalisasi bukanlah solusi terbaik, justeru dengan penutupan lokalisasi bisa memunculkan lokalisasi terselubung. Jika terjadi demikian, akan menyulitkan proses penanganan efek kesehatan seperti HIV/AIDS.

Advertisement

“Dampaknya koordinasi kesehatan tak ada, mangkalnya dimana, ngumpulnya dimana, harus memberi informasi tentang kesehatan bagaimana. Takut kalau sudah ditutup teman-teman tetap kerja tapi sembunyi-sembunyi,” kata Koordinator P3SY, Sarwi pada diskusi ‘Hari Anti Kekerasan Terhadap Pekerja Seks di Pendopo Kelurahan Sosromenduran, Gedongtengen, Kamis (15/12/2016).

Sarwi mengatakan selama ini dengan adanya lokalisasi mempermudah perlindungan medis dan kekerasan terhadap PSK. Ia mencontohkan, di Pasar Kembang (Sarkem), sudah ada sistem perlindungan kesehatan dan kekerasan yang cukup bagus, dengan melibatkan berbagai pihak, baik dari Komisi Penanggulangan AIDS, Dinas Kesehatan, dan Dinas Sosial. Bahkan para PSK secara sadar memeriksakan diri kesehatannya secara berkala. Sistem tersebut sudah terbangun lama.

Menurutnya selama ini dikskriminasi dan stigmatisasi masih kental diletakkan pada komunitas PSK. Kondisi tersebut diperburuk dengan adanya wacana Indonesia bebas prostitusi di 2020 mendatang. Bahkan wacana penutupan Sarkem juga sudah menyeruak dan menjadi kekhawatiran bagi PSK.

Advertisement

Kondisi tersebut diakui Sarwi semakin membuat posisi tawar PSK lemah, semakin rentan, baik rentan terhadap kekerasan dan rentan resiko kesehatan, serta potensi terpapar HIV bisa menjadi lebih tinggi.

Sarwi menyatakan persoalan PSK bukan hanya persoalan moralitas, melainkan persoalan sosial. menjadi pekerja seks bukan keinginan melainkan sebuah pilihan dimana negara tidak mampu memberikan lahan pekerjaan. “Memilih pekerjaan lain sangat dimungkinkan secara perlahan dan tanpa paksaan, namun penggusuran dan penutupan bukanlah pilihan bijak,” ujar Sarwi. Pihaknya akan tetap konsisten mengadvokasi pemenuhan hak-hak dasar PSK.

Diskusi dalam rangka memperingati Hari Anti Kekerasan Pekerja Seks, kemrin itu juga dibarengi dengan pameran foto-foto yang menunjukan kondisi kehidupan PSK serta kelompok masyarakat yang rentan mendapat kekerasan.

Advertisement

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif