News
Jumat, 9 Desember 2016 - 17:00 WIB

Tolak Tuduhan Genosida, Myanmar Sebut Orang Rohingya Emoh Jadi Warga Negara

Redaksi Solopos.com  /  Adib Muttaqin Asfar  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Pengungsi Rohingya di Lhokseumawe, Aceh. (JIBI/Solopos/Antara/Irwansyah Putra)

Dubes Myanmar menolak tuduhan genosida yang dilayangkan Malaysia. Justru, dia mengklaim orang Rohingya yang emoh jadi warga negara.

Solopos.com, NUSA DUA — Perdana Menteri (PM) Malaysia Najib Razak menuduh Myanmar tengah melakukan genosida dan pembersihan etnis terhadap Muslim Rohingya. Namun, Duta Besar Myanmar untuk Indonesia U Aung Htoo mengatakan tuduhan tersebut sangat serius dan tidak bisa diterima.

Advertisement

“Kalau misalnya benar kami melakukan pembersihan etnis atau genosida, jumlah mereka tidak akan bertambah dari 300 ribu orang pada 1931 menjadi lebih dari 1 juta orang saat ini. Mereka sendiri tidak mau disensus,” tutur Htoo kepada awak media di The Westin Hotel, Nusa Dua, Bali, Jumat (9/12/2016), dikutip Solopos.com dari Okezone.

Ia menerangkan, terdapat sekira 4,3% muslim di Myanmar dengan estimasi 2 juta orang. Ada dua jenis Muslim, satu yang tinggal sejak 1823 dan yang datang sejak penjajahan Inggris. Para pendatang tersebut berasal dari Benggala yang saat itu masih masuk bagian India.

Kemudian wilayah tersebut pecah menjadi dua, Benggala Barat yang masuk ke India dan Benggala Timur yang masuk ke Bangladesh atau lazim disebut Pakistan Timur. Orang-orang yang tinggal di Rakhine itu tidak memiliki kewarganegaraan (stateless) karena tidak diterima di India, Bangladesh, dan Pakistan.

Advertisement

Htoo mengklaim Myanmar siap menerima mereka, namun harus melalui proses identifikasi atau sensus kependudukan. Pemerintah Myanmar saat masih dipegang junta militer tidak pernah menjalankan proses tersebut.

“Madam Suu Kyi meminta dijalankan proses sensus kependudukan. Kofi Annan juga menyarankan hal serupa. Akan tetapi, mereka pernah menolak pada 2014. Padahal, 51 juta orang Myanmar melewati proses kependudukan dan kami menerima 50 juta orang sebagai warga negara. Hanya 1 juta orang yang menolak dan itu suku Bangla ini,” sambung Htoo.

Myanmar lebih senang menyebut mereka Bengali atau suku Bangla bukan Rohingya. Htoo berpendapat, sebutan tersebut mulai dipakai sejak masa penjajahan Inggris. Justru orang-orang Bengali itu semacam mendirikan etnis baru, yakni Rohingya. Dari 2 juta orang muslim Myanmar, 1 juta memiliki kewarganegaraan dan sisanya tidak. Baca juga: Muhammadiyah: Bukan Soal Agama, Tapi Politik & Rasial.

Advertisement

Ada empat jenis status kewarganegaraan di Myanmar menurut Undang-Undang Kependudukan 1982. Pertama, mereka yang tinggal atau leluhurnya tinggal di Myanmar sejak 1823. Kedua, warga yang dinaturalisasi. Ketiga, associate citizenship. Keempat, orang asing yang tinggal di Myanmar tetapi memiliki izin tinggal sehingga diberikan FRC atau Foreign Registration Card.

Htoo juga menyambut semua dukungan dan bantuan yang sifatnya konstruktif untuk menyelesaikan masalah di negara bagian Rakhine. Ia mencontohkan kunjungan Menteri Luar Negeri Retno LP Marsudi ke Myanmar untuk bertemu Penasihat Negara Aung San Suu Kyi. Meski hanya berlangsung satu jam, tetapi pemenang Nobel Perdamaian itu menjamu serta mengapresiasi bantuan Indonesia.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif