Jogja
Senin, 5 Desember 2016 - 16:55 WIB

KISAH INSPIRATIF : Sudah 6 Tahun, Pria di Bantul Ini Sukarela Mengganti Papan Jembatan yang Rusak

Redaksi Solopos.com  /  Nina Atmasari  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Sokerto tengah sibuk memperbaiki lantai Jembatan Inspeksi yang menghubungkan Dusun Nambangan dan Dusun Nangsri, Desa Seloharjo, Kecaamatan Pundong, Rabu (30/11/2016) siang. (Arief Junianto/JIBI/Harian Jogja)

Kisah inspiratif datang dari seorang pria di Bantul

Harianjogja.com, BANTUL– Banjir, Senin (28/11/2016) malam lalu memaksa warga Dusun Nambangan dan Dusun Nangsri, Desa Seloharjo, Kecamatan Pundong menutup sementara Jembatan Inspeksi. Derasnya arus Sungai Oya membuat jembatan rawan untuk dilintasi. Beruntung, ada Sokerto, salah satu warga Dusun Dukuh.

Advertisement

Seorang perempuan pengendara motor mendadak berhenti di tengah jembatan berkonstruksi jembatan gantung itu. Dengan sabar ia menunggu seorang pria merampungkan tugasnya: memasang bilah kayu di salah satu ruang lantai jembatan yang kosong.

“Monggo, sampun. Atos-atos nggih, mbak [Silakan. Sudah selesai. Hati-hati ya, Mbak],” kata Sokerto, pria yang sedari tadi sibuk memasang bilah kayu itu.

Advertisement

“Monggo, sampun. Atos-atos nggih, mbak [Silakan. Sudah selesai. Hati-hati ya, Mbak],” kata Sokerto, pria yang sedari tadi sibuk memasang bilah kayu itu.

Ternyata, sudah sejak pagi, Sokerto berada di jembatan itu. Dengan cermat ia menggergaji bilah kayu yang dibawanya dari rumah. Setelah ukurannya pas dengan lebar jembatan, ia pun segera memasangnya.

“Kalau tidak diganti, saya khawatir akan membahayakan pengguna jembatan, Mas,” katanya sembari terus sibuk menggergaji.

Advertisement

Beberapa tahun terakhir, kondisi jembatan itu memang semakin membahayakan. Derasnya arus sungai Oya, membuat tiang pancang jembatan seolah tak kuat menahan beban. Akibatnya, ketika diterpa arus, jembatan itu berguncang seolah hampir roboh.

Tak pernah ada yang menugaskan, tak pernah pula ada yang menginstruksikan. Sebagai orang yang juga menggunakan fasilitas jembatan itu, bapak tiga anak itu merasa berkewajiban ikut menjaga kelayakan jembatan.

Bisa dibayangkan, sedikit terlambat mengganti kayu lantai jembatan, berapa nyawa yang bakal terancam. Pengguna jembatan sudah pasti akan terperosok. Padahal, di bawah jembatan itu mengalir deras Sungai Oya.

Advertisement

Jembatan selebar kurang lebih dua meter yang melintangi badan sungai itu sebenarnya belum begitu lama dibangun. Sekitar 2008 jembatan itu sengaja dibangun oleh Pemerintah DIY untuk kepentingan inspeksi sungai. Itulah sebabnya, jembatan itu dinamai jembatan inspeksi.

Tapi, atas dasar kebutuhan warga, jembatan itu ternyata juga dipakai warga sebagai akses transportasi. Lambat laun, jumlah pemakainya pun meningkat. Bahkan beberapa tahun terakhir, warga menganggap jembatan itu cukup penting sebagai akses mereka sehari-hari.

Menghubungan dua pedukuhan, Nambangan dan Nangsri, jembatan itu kini seolah menjadi detak nadi perekonomian warga. Mulai dari pedagang, karyawan, pegawai kantoran, siswa sekolah, guru, hingga pencari rumput kini benar-benar mengandalkan jembatan itu.

Advertisement

Alasan itulah yang lantas membuat Sokerto tergugah untuk meluangkan sebagian waktunya demi keberlangsungan jembatan itu. Tak hanya siang hari, jika memang waktu luangnya ada di malam hari, tak mengenal pamrih ia akan bekerja.

“Seringnya malah jam 1 dini hari saya pasang kayu jembatan. Karena kalau siang saya seringnya sibuk bertani dan cari rumput.”

Tak hanya soal waktu. Ia pun rela tak dibayar untuk itu. Dari pertama ia berinisiatif memperbaiki jembatan itu, tak pernah sekali pun ia mendapat honor secara resmi dari pemerintah.

Beruntung, beberapa pengguna jalan yang tergugah, bersedia menyisihkan uang mereka untuk Sokerto. Tak banyak memang. Rp20.000 ia rasa sudah cukup sebagai apresiasi warga untuk keringatnya.

Baginya, yang terpenting bukanlah berapa besar uang yang disisihkan warga kepadanya. Kini, yang paling penting adalah jembatan itu bisa berfungsi seperti semua. “Saya itu cuma kasihan sama anak-anak sekolah dan orang tua yang mencari rumput,” katanya.

Ibanya itu cukup beralasan. Andaikan jembatan itu tak dioperasikan, maka warga yang biasa melewati jembatan itu, harus memutar sejauh lebih 2 kilometer melewati jembatan baru di Dusun Soka. Itu artinya, mereka harus menempuh waktu lebih lama 20 menit dari biasanya.

Tapi apa daya, kepemilikan jembatan itu yang kini ada di tangah Pemerintah DIY, membuat pemerintah desa (Pemdes) Seloharjo tak bisa berbuat banyak. Hingga kini mereka hanya bisa melakukan upaya sebatas laporan saja. “Saya sudah berkomunikasi dengan pemerintah DIY. Tapi keputusan tetap ada di mereka, kan,” kata Lurah Desa Seloharjo, Marhadi.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif