News
Kamis, 1 Desember 2016 - 14:40 WIB

EKONOMI INDONESIA : Trump Effect, Perekonomian Indonesia dalam Masa Transisi

Redaksi Solopos.com  /  Nina Atmasari  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Ilustrasi inflasi (JIBI/Harian Jogja/Reuters)

Ekonomi Indonesia saat ini dalam masa transisi sebagai dampak dari Trump Effect

Harianjogja.com, JOGJA--Kondisi perekonomian Indonesia saat ini dalam masa transisi lantaran terpengaruh Trump Effect. Perekonomian global dan Indonesia, masih menunggu pergerakan dari kebijakan Presiden Donald Trump.

Advertisement

Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia Mirza Adityaswara mengatakan, perekonomian Indonesia saat ini dalam masa transisi setelah melalui periode stabilisasi pada 2013-2015 karena suku bunga The Fed akan meningkat. Indonesia harus mengetahui arah kebijakan suku bunga valuta asing karena Indonesia sangat tergantung dengan dana dari luar negeri.

“Pada 2016 ini kita masuk periode melakukan penguatan moneter dan ekspansi. BI melakukan beberapa kali penurunan suku bunga dan pelonggaran makropudensial. Pemerintah pun mengeluarkan deregulasi,” ujar dia dalam pembukaan Seminar Mitigasi Risiko Sistemik dan Penguatan Intermediasi dalam Upaya Menjaga Stabilitas Sistem Keuangan (SSK) di Ballroom Hotel Tentrem Yogyakarta, Jogja, Rabu (30/11/2016).

Advertisement

“Pada 2016 ini kita masuk periode melakukan penguatan moneter dan ekspansi. BI melakukan beberapa kali penurunan suku bunga dan pelonggaran makropudensial. Pemerintah pun mengeluarkan deregulasi,” ujar dia dalam pembukaan Seminar Mitigasi Risiko Sistemik dan Penguatan Intermediasi dalam Upaya Menjaga Stabilitas Sistem Keuangan (SSK) di Ballroom Hotel Tentrem Yogyakarta, Jogja, Rabu (30/11/2016).

Pada 2016 Indonesia siap melakukan ekspansi, tetapi memang belum cukup karena masih menunggu hasil amnesti pajak. Bank Indonesia melihat pada 2017 dunia usaha seharusnya lebih siap untuk ekspansi. “Kemudian, kok ada periode Trump effect. Apa ini? Memang ini di luar perkiraan,” papar dia.

Ia menjelaskan, jika memang Trump melakukan kebijakan seperti yang dikatakan saat kampanye yakni menggenjot ekonomi domestik dengan membesarkan anggatan Pemerintah AS dengan tambahan utang, menurunkan pajak dan menambah utang, maka bunga surat utang AS meningkat.

Advertisement

“Ini periode yg dilihat pada 8 November. Kita lihat kurs dolar menguat kembali terhadap seluruh mata uang dunia termasuk negara maju. Sampai kapan? Kalau ditanya ya enggak tahu. Tapi, kami lihat ini temporer,” ujar dia.

Ia mengungkapkan kemungkinan kondisi ini akan bertahan sampai Januari 2017. Pada Februari 2017 pasar akan melakukan asesmen mengenai kabinet Trump, bagaimana kebijakan anggarannya, dan bagaimana reaksi The Fed dari kebijakan Trump.

“Kami lihat periode setelah Trump masuk kantor, mungkin dia lebih mengerti cara jadi Pemerintah. Saat itu, kita lihat market kembali normal,” papar dia.

Advertisement

Bank Indonesia optimistis 2017 merupakan periode yang lebih baik dari 2016 meskipun ada Trump Effect. Pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2016 diperkirakan pada tataran 5,0% dan pada 2017 optimistis 5,0 % hingga 5,4% atau titik tengah 5,2%. “Mari kita sambut 2017 dengan optimisme. Tapi kita tetap harus memonitor situasi pasar keuangan internasional karena kita sangat tergantung dengan dana luar negeri,” papar dia.

BI melihat ekonomi makro saat ini, jika dikembalikan kepada mandat yang diamanahkan ke BI, maka tugas BI bertugas menjaga stabilitas nilai rupiah. Hal itu tergantung dari dua hal yakni inflasi dan kurs. “Inflasi melemahkan nilai rupiah. Kurs, kalau bergejolak nilai rupiah juga bergejolak,” kata dia.

Ia menyebutkan, permasalahan yang ada adalah tidak semua berada di dalam kontrol Bank Indonesia. Jika berbicara stabilitas, inflasi di Indonesia sebagian besar disebabkan kenaikan harga pangan dan barang administratif misalnya terkait dengan listrik dan bahan bakar minyak. Dibandingkan kondisi tujuh tahun lalu, subsidi di dalam APBN saat ini lebih kecil hanya 10% dari total APBN. Sementara, pada tujuh tahun lalu sekitar 30%.

Advertisement

Semakin besar subsidi, maka saat subsidi dikurangi akan berdampak pada inflasi sehingga harga naik. Di situlah, wilayah inflasi terkait kebijakan fiskal, BI banyak berdiksusi dengan Kementerian Keuangan dan pemerintah. Pada 2017, akan ada pengurangan subsidi untuk listrik untuk daya 450 VA dan 900 VA.

“Kita berdiskusi, berapa subsidi yang harus dikurangi dan berapa kenaikan harga yang bisa ditolerir sehingga tidak terlalu mengganggu inflasi,” ujar dia.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif