News
Senin, 28 November 2016 - 18:37 WIB

Inilah Poin-Poin Revisi UU ITE yang Berlaku Hari Ini

Redaksi Solopos.com  /  Adib Muttaqin Asfar  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Ilustrasi (JIBI/Harian Jogja/Reuters)

Beberapa poin revisi UU ITE yang diberlakukan hari ini memberikan beberapa dampak, termasuk dalam sanksi pidana.

Solopos.com, JAKARTA — Revisi Undang-undang (UU) No. 11/2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) resmi diberlakukan hari ini, Senin (28/11/2016). Ada beberapa konsekuensi revisi ini, di antaranya pemerintah memiliki kewenangan untuk memutus akses (blokir) terhadap informasi elektronik tertentu, hingga berukurangnya ancaman sanksi pidana bagi pelaku penghinaan/pencemaran nama baik.

Advertisement

Selain itu, ada poin yang mengatur penghapusan “informasi yang tidak relevan” oleh setiap penyelenggara sistem elektronik dengan perintah pengadilan. Berikut beberapa poin revisi UU ITE yang berlaku hari ini:

1. Perubahan dalam pasal 27 untuk menghindari multitafsir atas kalimat “Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik”.
– Pidana dugaan pencemaran nama baik melalui teknologi informasi merupakan delik aduan, bukan delik umum. Penegasan itu diatur dalam Pasal 27 ayat (3) juncto Pasal 45 ayat (3) dan (5) KUHP.
– Menambahkan penjelasan atas istilah “mendistribusikan”, “mentransmisikan”, dan “membuat dapat diaksesnya” informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik.

2. Mengubah ancaman sanksi pidana terhadap pelaku penghinaan maupun pencemaran nama baik.
– Sebelumnya, dalam UU 11/2008, ancaman sanksi bagi pencemaran nama baik selama 6 tahun dan/atau denda sebesar Rp1 miliar, maka dalam revisi UU ITE menjadi 4 tahun dan/atau denda sebesar Rp750 juta.
– Dengan perubahan ancaman kurungan badan serta denda, pelaku tak langsung ditahan polisi.

Advertisement

3. Melaksanakan putusan Mahkamah Konstitusi terhadap 2 (dua) ketentuan sebagai berikut:
– Mengubah ketentuan Pasal 31 ayat (4) yang semula mengamanatkan pengaturan tata cara intersepsi atau penyadapan dalam Peraturan Pemerintah menjadi dalam Undang-Undang.
– Menambahkan penjelasan pada ketentuan Pasal 5 ayat (1) dan ayat (2) mengenai keberadaan Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik sebagai alat bukti hukum yang sah.

4. Ketentuan mengenai right to be forgotten (hak untuk dilupakan)
– Aturan penghapusan informasi elektronik diatur dalam Pasal 26 ayat (3) menyebutkan,” Setiap penyelenggara sistem elektronik wajib menghapus informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang tidak relevan yang berada di bawah kendalinya atas permintaan orang yang bersangkutan berdasarkan penetapan pengadilan”.
– Pasal 26 ayat ayat (4) menyatakan, “Setiap penyelenggara sistem elektronik wajib menyediakan mekanisme penghapusan informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang sudah tidak relevan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan”.

5. Kewajiban dan kewenangan pemerintah dalam pencegahan, termasuk pemutusan akses.
– Pasal 40 ayat (2a) menyebutkan “Pemerintah berkewajiban melakukan pencegahan terhadap penyebarluasan dan penggunaan informasi elektronik serta dokumen elektronik memiliki muatan negatif yang dilarang peraturan perundang-undangan”.
– Pasal 40 ayat (2b) RUU menyebutkan, “Dalam melakukan pencegahan sebagaimana dimaksud pada ayat (2a), pemerintah berwenang melakukan pemutusan akses dan/atau memerintahkan kepada penyelenggara sistem elektronik untuk melakukan pemutusan akses terhadap informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang memiliki muatan yang melanggar hukum”.

Advertisement

6. Peran Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) dalam Pasal 43 ayat (5) diperkuat.
– Kewenangan membatasi atau memutuskan akses terkait dengan tindak pidana teknologi informasi;
– Kewenangan meminta informasi dari Penyelenggara Sistem Elektronik terkait tindak pidana teknologi informasi.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif