Soloraya
Senin, 21 November 2016 - 17:40 WIB

PERTANIAN SUKOHARJO : Banjir, Biaya Pengeringan Gabah Membengkak 2 Kali Lipat

Redaksi Solopos.com  /  Suharsih  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Petani membawa hasil panen padi di Kecamatan Tawangsari, Sukoharjo, Senin (21/11/2016). (Bony Eko Wicaksono/JIBI/Solopos)

Pertanian Sukoharjo, biaya pengeringan gabah membengkak dua kali lipat karena banjir.

Solopos.com, SUKOHARJO — Ratusan hektare sawah di tiga desa di Kecamatan Tawangsari  kerap terendam banjir yang dipicu pendangkalan saluran irigasi pertanian. Imbasnya, biaya pengeringan gabah hasil panen membengkak hingga dua kali lipat.

Advertisement

Informasi yang dihimpun Solopos.com, Senin (21/11/2016), lahan pertanian yang sering terendam banjir terdapat di Desa Lorog, Desa Grajegan, dan Desa Kedungjambal. Pendangkalan saluran irigasi kian parah selama beberapa tahun terakhir membuat air meluap ke sawah saat hujan deras.

Saat hujan lebat dengan intensitas tinggi, air saluran irigasi tak bisa mengalir lancar sehingga meluap ke lahan pertanian. Seorang petani asal Desa Lorog, Kecamatan Tawangsari, Sedyo Santoso, mengatakan tanaman padi yang terendam banjir harus segera dipanen.

Lantaran terendam banjir, tanaman padi harus dikeringkan terlebih dahulu hingga beberapa hari. Hal ini menambah biaya atau cost yang dikeluarkan para petani.

Advertisement

“Biaya pengeringan dua hari Rp120.000, kalau tiga hari Rp180.000. Kalau tak terendam banjir, tanaman padi hasil panen cukup dikeringkan sehari,” kata dia saat berbincang dengan Solopos.com, Senin.

Menurut Sedyo, saluran irigasi harus segera dinormalkan agar air dapat mengalir lancar saat turun hujan lebat. Dengan demikian, tak ada lagi areal persawahan yang terendam banjir selama musim penghujan.

Para petani sangat dirugikan akibat luapan air saluran irigasi pertanian ke areal persawahan. Sebenarnya, para petani telah melaporkan kondisi itu ke pemerintah desa setempat maupun instansi terkait.

Advertisement

Namun, hingga sekarang belum ada respons terkait usulan normalisasi saluran irigasi. “Kami terpaksa memanen tanaman padi lebih awal lantaran lahan pertanian terendam banjir. Saluran irigasi pertanian harus dinormalisasi secepatnya,” tutur Sedyo.

Sebagian petani telah memanen padi saat masa tanam (MT) III. Sebagian petani lainnya diperkirakan memanen padi awal Desember.

Hal senada diungkapkan petani asal Desa Grajegan, Suhono. Hasil panen padi tak maksimal terutama saat musim penghujan. Areal persawahan kerap terendam banjir akibat luapan air saluran irigasi.
Dia meminta agar instansi terkait segera menangani permasalahan itu agar tak merugikan para petani. Lahan pertanian di wilayah Tawangsari menjadi salah satu lumbung padi di Sukoharjo.

“Solusi alternatifnya saluran irigasi pertanian harus dikeruk sehingga tak ada lagi pendangkalan. Kami merugi apabila seperti ini [sawah terendam banjir],” kata dia.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif