SOLOPOS.COM - Ilustrasi lahan transmigrasi (JIBI/Antara/Dok.)
Transmigrasi asal Bantul salah satunya dipicu tingginya harga tanah
Harianjogja.com, BANTUL–Mahalnya harga tanah di Kabupaten Bantul menjadi salah satu alasan warga untuk menjadi seorang transmigran. Mereka tak mampu membeli lahan untuk bercocok tanam demi mendapatkan penghasilan yang cukup, sehingga kemudian tertarik dengan program transmigrasi yang memberikan lahan secara cuma-cuma.
Berniat untuk merubah nasib, Suhaimin warga Dusun Gadungan Kepuh, Desa Cenden, Kecamatan Jetis, Bantul telah mendaftar untuk menjadi transmigran. Pria yang keseharian berprofesi sebagai supir truk ini mengaku telah mendaftarkan diri ke Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Dinaskertrans) Kabupaten Bantul sejak 2013 lalu.
Suhaimin mengaku sudah mantap untuk meningalkan kampung halamanya. Dia berencana membawa istrinya dan meninggalkan ketiga anaknya yang semuanya telah berkeluarga. Dia meninggalkan ketiga anaknya itu dengan mewariskan sebidang tanah. “Saya punya lahan sekitar 600 meter persegi yang sudah saya bagi untuk tiga anak saya,” ujarnya, Jumat (18/11/2016).
Rencananya Suhamin akan segera berangkat Ke Kabupaten Musibanyu Asin, Sumatera Selatan akhir 2016 ini. Di sana, dia berencana untuk mengolah lahan yang telah disediakan oleh pemerintah dengan menaman padi atau palawija. Dia berharap dengan lahan pemberian pemerintah akan dapat lebih sejahterah.
“Di sini Sempit [Bantul] Kalau membeli lahan di sini [Bantul] mahal, per petak harganya Rp200.000-Rp1 juta,” tuturnya.
Dengan harga tanah semahal itu kata dia, sudah tak terbeli olehnya yang hanya memiliki pengahasilan tak menentu. Sebagai sopir truk, rata-rata setiap bulan dia menghasilkan Rp2 juta.