News
Selasa, 8 November 2016 - 21:20 WIB

KISAH TRAGIS : 8 Bulan Setelah Dioperasi, Bocah Ini Tewas Mendadak

Redaksi Solopos.com  /  Mediani Dyah Natalia  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Mahendra Ahirwar, 13, yang mengalami kelainan langka congenital myopathy. (JIBI/Harian Jogja/dok. Cover Asia Press-Failsa Magray)

Kisah tragis dialami seorang bocah yang mengalami kelainan langka.

Harianjogja.com, INDIA — Seorang anak laku-laki di India, Mahendra Ahirwar, 13, yang memiliki kondisi kepala menggantung 180 derajat meninggal. Bocah ini meninggal delapan bulan setelah menjalani operasi untuk menegakan kepala.

Advertisement

Dailymail, Senin (7/11/2016) melaporkan Mahendra menderita kelainan langka yang disebut congenital myopathy. Kelainan ini mengakibatkan lehernya lemah sehingga membuat kepalanya menggantung. Adapun Sabtu (5/11/2016), pagi, dia dinyatakan dalam kondisi sehat.

Ibunya, Sumitra, 36, mengatakan anaknya baru saja menghabiskan makan siang lalu tiduran sembari melihat televisi. Namun sekitar pukul 15.00 waktu setempat, anak ini sudah kaku.

Advertisement

Ibunya, Sumitra, 36, mengatakan anaknya baru saja menghabiskan makan siang lalu tiduran sembari melihat televisi. Namun sekitar pukul 15.00 waktu setempat, anak ini sudah kaku.

Dokter yang menangani Mahendra pada Februari lalu, Rajagopalan Krishnan menyatakan terkejut dengan kematian Mahendra yang tiba-tiba ini.

“Saya hanya dapat menduga dia mengalami serangan jantung atau pulmonary. Kedua kasus ini biasanya tak menunjukkan gejala tertentu. Menurut saya myopathy dan otot dada yang lemah membuat kondisinya menurun. Bagi saya, dia adalah anak yang paling berani yang pernah saya temui sejak saya pulang ke India. Dia juga adalah anak yang mengalami kelainan paling menyakitkan yang saya ketahui.”

Advertisement

Mahendra Bermimpi Miliki Toko

Senin (7/11/2016), ayah Mahendra, Mukesh Ahirwar, 42, dan ibunya, Sumitra berbicara mengenai kepedihan mereka.

Sumitra berkata,”Saya memiliki banyak rencana dan mimpi untuknya. Saya ingin dia tumbuh dewasa. Dia bermimpi memiliki sebuah toko dan kami akan membantunya. Mimpinya kini menjadi hancur berkeping-keping.”

Advertisement

“Dia bermain saat pagi, makan sarapan, mandi dan berkeliling rumah dengan kursi rodanya. Setelah makan siang, dia meminta untuk nonton televisi. Saya mencari program kartun untuknya, kemudian dia batuk dua kali. Dia meminta saya untuk mengusap dadanya dan kemudian dia batuk untuk ketiga kalinya lalu meninggal. Saya menangis keras dan memanggil namanya. Saya berlari keluar dan berteriak anak saya tak bergerak dan seorang tetangga menelepon dokter. Dokter darang 15 menit kemudian dan menyatakan dia meninggal. Saya jatuh ke lantai dan memeluknya erat. Saya tak ingin dia pergi.”

Keluarganya lalu mengkremasi Mahendra dengan upacara tradisional Hindu akhir pekan lalu. Setidaknya 25 teman dan keluarga datang.


Mahendra bersama keluarga merasakan kebahagian lantaran remaja ini dapat kembali ke sekolah. Namun delapan bulan kemudian, Mahendra dipanggil Tuhan. (JIBI/Harian Jogja/dok. Cover Asia Press-Failsa Magray)

Advertisement

Sumitra yang memliki dua anak laki-laki lain, Lalit, 17 dan Surendra, 11 serta seorang putri, Manisha,14. Putrinya sangat dekat dengan Mahendra. Dia mengatakan barang-barang Mahendra ada di setiap sudut rumah.

“Rumah kami dipenuhi dengan barang-barangnya. Tidak ada yang menduga hari seperti ini akan datang. Dia dalam keadaan sehat. Dia bahkan berkata, saya baik-baik saja bu. Suaranya masih terngiang di telingaku. Cara dia memanggil saya. Saya benar-benar hancur. Saya merasa semuanya berakhir.”

Bertemu Banyak Orang Baik
Mahendra menjadi headline karena kelainan yang dialaminya tahun lalu. Kisahnya menyentuh hati ibu dua anak, Julie Jones dari Liverpool yang mengumpulkan dana sebesar £12,000 untuk Mahendra sehingga dapat menjalani operasi.

Sebuah dokumentari, Bocah yang Melihat secara Terbalik disiarkan di Channel 5 Extraordinary People pada Mei 2016. Rekaman perjalanan Mahendra, seperti bagaimana dia menjalani operasi selama 10 jam, mengambil tulang di panggul dan ditempatkan di leher untuk menopang kepala sehingga dapat tegak.

Krishnan merupakan dokter dari Rumah Sakit Apollo di Delhi. Sebelumnya, dia bekerja selama 15 tahun di National Health Service (NHS), Inggris lalu kembali ke India untuk membantu pasien dengan kelainan sendi. Dia mengaku takjub dengan proses kesembuhan Mahendra dan ikut bahagia karena lehernya dapat seperti orang normal.

“Kematian Mahendra bukan karena ada komplikasi operasi atau perawatan lain. Jika karena itu, dia sudah meninggal saat di meja operasi atau ICU, bukan delapan bulan kemudian. Gerak-geriknya memang terbatas, tetapi setidaknya selama beberapa bulan terakhir, dia dapat melihat segalanya secara benar. Penyebab terbanyak pasien congenital myopathy meninggal karena komplikasi cardiopulmonary. Ada banyak tipe congenital myopathy dan subtipe, sehingga sulit diketahui jenis apa yang dialami Mahendra. Saya masih tak percaya dia telah pergi dan saya akan snagat merindukan dia.”

Mahendra merasa sangat bahagia saat mengetahui ada kemungkinan kepalanya berdiri tegak awal tahun ini.

“Anak saya memiliki kesempatan istimewa bertemu dengan orang asing dan orang baik. Dia dirawat oleh dokter paling terkenal di negara ini. Bagi dia, melihat kota lain seperti melihat dunia lain. Dia snagat antusias melihat mobil besar. Seluruh hadiah ia terima selalu ada di tempat tidurnya. Dia bermain dengan mobilnya hingga hari terakhir hidupnya, dia sangat posesif dengan mainan ini. Dokter Krishnan memberinya hidup baru. Dia memberi anak saya tujuan baru, cara baru untuk melihat dunia ini. Walau semua terasa singkat, dia menikmati hidyp barunya. Saya berharap dapat hidup lama untuk melihatnya. Saya akan merindukan dia. saya tidak tahu bagaimana mengatasi kehilangan ini. Dia bersama Tuhan sekarang. Saya berharap dia dapat menemukan tempat yang damai. Dia telah merasakan hidup yang sulit. Saya ingin dia kini tak lagi merasakan sakit,” kata Sumitra.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif