News
Senin, 7 November 2016 - 18:31 WIB

Politikus PKS & Demokrat Minta Gelar Perkara Ahok Tidak Dibuka

Redaksi Solopos.com  /  Adib Muttaqin Asfar  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Ribuan orang memadati kawasan Bundaran Air Mancur Bank Indonesia sebelum menuju ke depan Istana Merdeka di Jakarta, Jumat (4/11/2016). (JIBI/Solopos/Antara/Widodo S. Jusuf)

Politikus PKS dan Demokrat meminta gelar perkara Ahok tidak dibuka, sebaliknya pendukung Ahok mendukung niat Kapolri.

Solopos.com, JAKARTA — Kalangan anggota Komisi III DPR terbelah menyikapi rencana Polri menggelar perkara kasus dugaan penistaan agama oleh Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok yang akan dilakukan secara terbuka.

Advertisement

Politikus dari partai pengusung Ahok dalam Pilkada Jakarta 2017 mendukung gelar perkara itu dilakukan secara terbuka. Sebaliknya, para politikus dari partai non pendukung Ahok meminta gelar perkara itu dilakukan secara tertutup.

Wakil Ketua Komisi III DPR Benny K Harman dari Fraksi Demokrat mengingatkan bahwa proses hukum di kepolisian tidak pernah dibuka. “Itu melanggar azas due process of law karena yang terbuka untuk umum itu hanya sidang di pengadilan,” kata Benny, Senin (7/11/2016).

Benny mengatakan bahwa penyidikan yang terbuka tidak menghargai prinsip due process of law. Artinya polisi telah mengambil alih kewenangan hakim di pengadilan. “Sama dengan rakyat yang mengadili Ahok dan kalau ini yang terjadi potensi disintegrasi bangsa akan terjadi. Jadi jangan pernah dilakukan terbuka,” kata politikus Partai Demokrat itu.

Advertisement

Sementara itu, anggota Komisi III DPR dari PKS, Nasir Djamil, berpendapat, niat Polri melakukan gelar perkara kasus itu secara terbuka disiarkan media massa perlu dipertimbangkan. Sebab, kata dia, penyelidikan maupun penyidikan bersifat rahasia dan sangat independen saat gelar perkara, berdasarkan aturan hukum acara.

”Yang dikhawatirkan ketika ini terbuka melibatkan banyak orang ditonton, penyidik bisa berubah jadi aktris, dan yang diperiksa bisa perankan dirinya sesuai dengan apa yang diinginkan masyarakat,” ujar Nasir Djamil di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Senin (7/11/2016). Baca juga: Ahok Selesai Diperiksa, Buni Yani Menyusul Pekan Ini.

Maka itu, dirinya meminta Kapolri Jenderal Tito Karnavian untuk mempertimbangkan kembali niat melakukan gelar perkara secara terbuka. “Yang kami inginkan secara transparan, bukan seperti itu,” katanya.

Advertisement

Nasir melanjutkan, transparan itu artinya tidak menutup-nutupi bukti yang ada. “Jangan sampai yang seharusnya ada dihilangkan. Tidak ada malah dimunculkan, atau tidak berusaha dicari atau digali lebih dalam, transparan itu bagaimana semua bukti yang sudah ada dihadirkan dalam gelar perkara,” katanya.

Kendati demikian, politikus Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu mengapresiasi ?Polri yang memenuhi janji untuk memeriksa Ahok dalam kasus dugaan penistaan agama terkait surat Al Maidah 51. “Kita harap proses ini berjalan secara transparan, objektif, penuhi keinginan masyarakat, artinya ada aspek keadilan di sana,” pungkasnya.

Anggota Komisi III DPR Fraksi Nasdem, Teuku Taufiqulhadi, menilai dalam asas hukum diperkenankan dilakukan gelar perkara secara terbuka. Termasuk dalam konteks dugaan penistaan agama yang dilakukan Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok.

“Jadi bertentangan dengan teori dalam hukum. Tapi, kalau dilihat dari azas masih diperkenankan, azas hukum. Azas itu masih lebih tinggi dari teori dalam hukum. Jadi, kami persilakan pada Kapolri mau terbuka atau tertutup. Itu landasannya ada semua,” kata Taufiqulhadi di Gedung DPR (Senin (7/11/2016).

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif