Jateng
Selasa, 1 November 2016 - 08:50 WIB

PUNGLI SEMARANG : Peradi Bantah Isi Spanduk Polisi, Pembayar Pungli Tak Bisa Dipidana

Redaksi Solopos.com  /  Rahmat Wibisono  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Ilustrasi spanduk kampanye anti-pungli yang direntang polisi dan dinilai menyesatkan masyarakat. (JIBI/Solopos/Antara/Aloysius Jarot Nugroho)

Pungli yang lazim dilakukan polisi coba diberantas dengan mengikutsertakan warga yang selama ini menjadi korban mereka dalam jerat hukum.

Semarangpos.com, SEMARANG — Aib polisi terkait pungutan liar (pungli) yang dianggap lumrah oleh warga dicoba dihapuskan seiring getolnya pemerintah pimpinan Presiden Joko Widodo (Jokowi) memberantas tindak kejahatan itu. Anehnya, polisi mengikutsertakan warga yang selama ini menjadi korban mereka dalam jerat hukum jika pungli tetap berlangsung di tubuh Polri.

Advertisement

Sikap polisi itu, Senin (31/10/2016), direspons negarif oleh Ketua Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi) Kota Semarang, Theodorus Yosep Parera. Praktisi hukum itu tegas membantah pernyataan, “Pemberi dan Penerima Pungli Bisa Dipidana,” yang dikampanyekan polisi melalui spanduk yang direntang di berbagai lokasi Kota Semarang.

Ia mengingatkan, masyarakat yang memberikan sejumlah uang yang masuk kategori pungutan liar atau pungli kepada aparat negara tidak bisa dijerat secara pidana. Oleh karena itu, ia menyarankan spanduk imbauan semacam itu dipertimbangkan kembali.

“Aturan soal pungli sebenarnya sudah diatur dalam Undang-undang Tipikor,” ujar praktisi hukum Kota Semarang itu.

Advertisement

Menurut dia, aturan tentang pungli terdapat pada Pasal 12 huruf e UU No. 31/1999 yang telah diubah dengan UU No. 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Yosep mengutip Pasal 12 huruf e, “Pegawai negeri atau penyelenggara negara yang dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, atau dengan menyalahgunakan kekuasaannya memaksa seseorang memberikan sesuatu, membayar, atau menerima pembayaran dengan potongan, atau untuk mengerjakan sesuatu bagi dirinya sendiri.”

Berdasarkan penjelasan Pasal 12 tersebut diketahui jika pungli berbeda dengan suap. Dalam pungli, masyarakat yang memberikan uang berada dalam keadaan terpaksa karena memerlukan sesuatu yang harus segera diperolehnya. Sedangkan suap, ada kesepakatan antara pemberi dan penerima. “Berbeda lagi dengan gratifikasi aturannya,” tambahnya.

Sementara itu, kepada masyarakat yang mengalami pungli diingatkannya agar hanya melapor dengan bukti yang lengkap. Peringatan itu ia sampaikan karena masyarakat bisa justru dituduh memberikan laporan palsu yang akan menyebabkan mereka berurusan panjang dengan hukum jika tak memiliki cukup bukti tatkala menyampaikan laporan adanya pungli oleh aparat.

Advertisement

KLIK dan LIKE di sini untuk lebih banyak berita Semarang Raya

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif