Jogja
Jumat, 28 Oktober 2016 - 07:20 WIB

PERDAGANGAN MANUSIA : TKI & Kemiskinan di Kulonprogo

Redaksi Solopos.com  /  Mediani Dyah Natalia  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Ilustrasi (JIBI/Dok)

Perdagangan manusia mengancam TKI

Harianjogja.com, KULONPROGO — Sebagian warga Kulonprogo yang menjadi Tenaga Kerja Indonesia (TKI) di berbagai negara lain diketahui pernah menjadi korban perdagangan orang. Mereka mendapatkan perlakuan tidak layak tapi tidak mendapatkan perlindungan dari pemerintah karena berangkat melalui jalur ilegal.

Advertisement

Hal tersebut terungkap dalam pemaparan hasil riset terkait perdagangan orang oleh Mitra Wacana Women Resource Centre (WRC) di Wates, Kulonprogo, Kamis, (27/10/2016). Riset dilakukan pada 2015 lalu terhadap 150 orang mantan buruh migran sebagai responden dengan waktu keberangkatan sejak 1998 hingga 2013. Mereka berasal dari enam desa di tiga kecamatan, yaitu Tirtarahayu dan Banaran di Galur, Sentolo dan Demangrejo di Sentolo, serta Kalirejo dan Hargorejo di Kokap.

Tim riset, Ngatiyan berpendapat ancaman perdagangan orang di Kulonprogo dekat dengan fenomena kemiskinan kabupaten tersebut yang mencapai 20,64 persen berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) pada 2015 lalu. Masyarakat ke luar negeri demi meningkatkan kesejahteraan karena merasa tidak bisa berkembang di daerah sendiri. Namun, tidak semuanya memilih prosedur yang benar sehingga justru mengalami kasus perdagangan orang.

Pemerintah diharapkan meningkatkan pengawasan dalam proses perekrutan tenaga kerja. Menurut Ngatiyan, perlu ada sistem yang terintegrasi untuk menjamin keselamatan TKI, termasuk mereka yang bekerja di sektor informal. Upaya itu harus diupayakan mulai dari tingkat desa.

Advertisement

“Desa kadang bahkan tidak punya data warganya yang ke luar negeri,” ujar dia, Kamis (27/10/2016)

Direktur Mitra Wacana WRC, Rindang Farihah berharap masyarakat lebih waspada terhadap ancaman perdagangan orang. Banyak hal yang perlu disiapkan sebelum berangkat ke luar negeri. Masyarakat juga diimbau menggunakan prosedur yang legal dan resmi.

“Identitas diri harus sah dan asli. Jangan dipalsukan Kalau ilegal, nanti akan kesulitan untuk mendapatkan hak-haknya sebagai pekerja,” ungkap Rindang.

Advertisement

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif