Lifestyle
Jumat, 28 Oktober 2016 - 07:00 WIB

Ingin Beli Rumah Tapi Gaji Pas-Pasan? Ini Caranya

Redaksi Solopos.com  /  Adib Muttaqin Asfar  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Ilustrasi perumahan (Rachman/JIBI/Bisnis)

Salah satu dilema para pekerja adalah keinginan membeli rumah tapi dengan gaji pas-pasan. Tulisan ini membantu Anda menemukan caranya.

Solopos.com, JAKARTA — Pasar properti secara konsisten menunjukkan peningkatan harga yang terus terjadi setiap tahun. Bila keputusan membeli properti tidak diambil sejak dini, suatu saat akan menjadi sangat terlambat hingga harga properti benar-benar tidak lagi dapat dijangkau.

Advertisement

Sebelum membeli properti, seorang calon pembeli mempertimbangkan banyak hal. Mulai dari daya beli atau kemampuan mencicil, lokasi yang diinginkan, tipe atau ukuran hunian, desain, atau bahkan jenisnya antara rumah tapak atau vertikal.

Namun, sering muncul banyak pertimbangan yang tidak berujung pada eksekusi pembelian karena calon pembeli tidak menemukan properti yang ideal sesuai yang diinginkan. Sering terjadi, hal ini tidak melulu karena terbatasnya daya beli, tetapi karena harapan yang terlalu tinggi atau ketidakpahaman terhadap situasi pasar properti.

Advertisement

Namun, sering muncul banyak pertimbangan yang tidak berujung pada eksekusi pembelian karena calon pembeli tidak menemukan properti yang ideal sesuai yang diinginkan. Sering terjadi, hal ini tidak melulu karena terbatasnya daya beli, tetapi karena harapan yang terlalu tinggi atau ketidakpahaman terhadap situasi pasar properti.

Untuk membeli properti idaman seharga Rp500 juta di lokasi yang baik di tengah kota, seorang harus membayar cicilan lebih dari Rp5 juta perbulan selama 15 tahun hingga 20 tahun. Hal ini mengandaikan penghasilan seseorang telah mencapai setidaknya Rp15 juta perbulan.

Hunian tersebut jelas hampir mustahil dibeli oleh para pekerja muda yang baru mulai merintis kariernya dengan penghasilan yang masih pas-pasan. Namun, ini bukan berarti mereka tidak dapat membeli properti sejak dini, melainkan harus membelinya di lokasi yang kurang favorit, di pinggiran kota atau bahkan lebih jauh lagi, yang masih menawarkan harga lebih terjangkau.

Advertisement

Country General Manager Rumah123.com Ignatius Untung mengatakan, kondisi pasar properti saat ini cenderung tidak memungkinkan bagi pekerja muda untuk dapat langsung memiliki properti idamannya sejak pembelian pertama kali. Namun, jika terus ditunda sambil menunggu penghasilan yang lebih baik, tetap saja tidak akan terkejar meski penghasilan meningkat. Pasalnya, peningkatan harga properti relatif jauh lebih cepat dibandingkan peningkatan penghasilan.

“Jadi, yang penting segera miliki, jangan terlalu muluk-muluk. Ambil yang masih bisa dibeli, lokasinya mungkin jauh asalkan masih bisa dijangkau. Suatu saat kalau penghasilan membaik dan kemampuan cicilan meningkat, properti pertama itu bisa dijual untuk dijadikan uang muka properti berikutnya yang lebih baik. Begitu seterusnya,” katanya.

Ignatius mengatakan, masyarakat Indonesia selama ini kebanyakan belum memiliki pengetahuan yang memadai seputar dunia properti. Hal ini sangat berbahaya sebab pasar properti akhirnya hanya akan dikendalikan oleh para investor.

Advertisement

Suatu saat, harga akan terkerek naik akibat aksi spekulasi kalangan atas sehingga menjadi tidak terjangkau lagi bagi pekerja kecil yang belum keburu membeli properti. Oleh karena itu, upaya peningkatan kesadaran untuk memiliki properti sejak dini perlu digiatkan.

Ada sejumlah indikasi yang ditemukan Rumah123.com dalam risetnya terhadap 3.436 responden pencari properti di situs tersebut sepanjang semester pertama tahun ini, yang menunjukkan pemahan keliru masyarakat terhadap investasi properti. Riset Rumah123.com menunjukkan, kalangan masyarakat dengan tingkat penghasilan di bawah Rp5 juta perbulan dan rentang usia 22-28 tahun cenderung lebih menitikberatkan pencariannya pada desain hunian dibandingkan masyarakat dari tingkat penghasilan dan usia yang lebih tinggi.

Padahal, desain menjadi komponen yang dapat mengatrol harga dan seharusnya tidak menjadi prioritas bagi mereka yang berpenghasilan pas-pasan. Riset tersebut menunjukkan, semakin tinggi tingkat penghasilan, titik berat pencarian lebih terarah pada lokasi hunian seiring tingkat pemahaman yang lebih baik.

Advertisement

Riset ini juga menemukan, 20% responden mengaku faktor penghalang dalam pembelian properti mereka adalah karena tidak mampu menemukan properti yang mampu dibeli di lokasi yang diinginkan. Hal ini lah yang dianggap Ignatius sebagai keinginan yang terlalu muluk.

Selain itu, 10% responden mengaku belum membeli karena menunggu harga properti turun, yang mana hampir mustahil terjadi di pasar primer. Di sisi lain, 86,8% responden mencari rumah tapak dan hanya 2,9% yang mencari apartemen, padahal tren hunian masa depan di perkotaan sudah mengarah pada hunian vertikal.

“Pemerintah sekarang sudah support penyediaan rumah, tetapi harusnya disertai edukasi juga pentingnya punya properti sejak dini. Komunikasinya harus ditingkatkan, misalnya kalau umur sekian belum ada rumah itu bagaimana, atau insentif apa diberikan kalau dia bisa punya rumah di usia sekian,” katanya.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif