Soloraya
Minggu, 25 September 2016 - 09:57 WIB

ASAL USUL : Isi Bangunan Peninggalan Belanda Rupbasan Sragen

Redaksi Solopos.com  /  Rini Yustiningsih  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Rupbasan Sragen di Jl. Raya Sukowati Sragen (Tri Rahayu/JIBI/Solopos)

Asal usul kali ini tentang Rupbasan Sragen.

Solopos.com, SRAGEN — Bangunan kuno bercat putih dan berpintu tunggal berdiri megah di Jl. Raya Sukowati Sragen. Bangunan milik Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) terletak bersebelahan dengan SMPN 2 Sragen.

Advertisement

Bagunan tua itu seperti benteng yang menempati lahan hampir satu hektare. Pada masa penjajahan Belanda hingga masa Orde Lama, bangunan itu berfungsi sebagai penjara atau rumah tahanan. Sejak masa Orde Baru, bangunan itu berubah fungsi sebagai Rumah Penyimpanan Barang Rampasan (Rupbasan).

Sejumlah barang-barang bukti kejahatan tersimpan di rumah itu, seperti kayu, mobil, dan barang bukti lainnya. Sejarawan Sragen Andjarwati Sri Sayekti sempat menelusuri sejarah Rupbasan namun belum menemukan data autentik yang bisa menjadi pegangan. Berdasarkan jenis dan langgam bangunannya, Andjar menduga bangunan itu dibangun pada masa kolonial Belanda untuk memenjarakan kaum pribumi yang memberontak.

Kamar-kamar kecil dan sempit seperti kandang hewan ditemukan di dalam Rupbasan. Andjar berani memperkirakan bangunan itu dibangun pada 1800-1816.

Advertisement

Ada sebanyak 21 sel kecil-kecil, empat di antaranya untuk ruang isolasi. Dua ruang isolasi sudah berubah menjadi musala. “Model selnya berbentuk leter U. Di bagian tengah kosong. Ada enam ruang yang rusak parah. Kemudian dua menara pengawas di sebelah utara dan selatan juga rusak. Hanya 15 sel yang bisa digunakan untuk menyimpan barang bukti hasil sitaan aparat,” kata Andjarwati saat dihubungi Solopos.com, Sabtu (24/9/2016).

Andjar menambahkan pada pemerintahan Raffles, kondisi penjara atau bui mulai diperbaiki agak lebih manusiawi dan dibangun pengadilan di setiap tempat penjara. Pada masa Gerakan 30 September/Gestapu 1965-1966, Rupbasan masih dimanfaatkan sebagai penjara para tahanan politik.

Dia mengatakan jumlah tahanan politik itu mencapai ribuan orang sampai over load, satu sel dihuni sampai puluhan orang. Berdasarkan Katalog Cagar Budaya Dinas Pariwisata Kebudayaan Pemuda dan Olahraga (Disparbudpor), jumlah penjara pada zaman kolonial di Sragen ada dua, yakni Rupbasan sebagai kantor dan di depan RSUD dr. Soehadi Prijonegoro Sragen yang kini menjadi Lembaga Pemasyarakatan (LP) Kelas IIA Sragen.

Advertisement

LP tersebut pernah dibakar massa pribumi sampai rata dengan tanah pada saat Agresi Militer Belanda II pada 1948. Kemudian pada 1982, pemerintah membangun LP itu kembali. Kini, sisa bangunan kolonial tidak terlihat di LP tersebut.

“Rupbasan belum ditetapkan sebagai bangunan cagar budaya tetapi masuk dalam daftar inventarisasi Disparbudpor Sragen. Kami terus menggali sejarahnya dan pernah mengomparasi dengan bangunan yang ada di Solo. Penetapan cagar budaya itu harus dengan SK [Surat Keputusan] Bupati, itu pun harus mendatangkan tenaga ahli cagar budaya nasional,” kata dia.

Andjar menyampaikan usulan sertifikasi tenaga ahli cagar budaya nasional akan diajukan pada 2017. Dia berharap kebutuhan anggarannya tidak dipangkas para wakil rakyat.

“Sekarang kan tergantung DPRD. APBD Perubahan saja belum digedok sampai sekarang. Belum lagi adanya SOTK [Susunan Organisasi Tata Kerja] baru yang memecah dan menggabungkan satuan kerja perangkat daerah,” tambahnya.

Advertisement
Kata Kunci : Asal Usul Asale Sragen
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif