Soloraya
Sabtu, 24 September 2016 - 16:00 WIB

FESTIVAL PAYUNG INDONESIA : Kemeriahan Workshop Tari dan Payung di Hari Kedua

Redaksi Solopos.com  /  Anik Sulistyawati  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Pengunjung berfoto selfie dengan instalasi payung di kompleks Taman Balekambang, Solo, Selasa (20/9/2016). Instalasi payung sudah menjadi daya tarik bagi pengunjung untuk berfoto meskipun acara Festival Payung Nusantara 2016 dimulai Jumat (23/9/2016). (JIBI/Solopos/Ivanovich Aldino)

Festival Payung Indonesia digelar di Taman Balekambang dimeriahkan dengan acara workshop tari.

Solopos.com, SOLO – Pelaksanaan Festival Payung Indonesia di Taman Balekambang Solo pada hari kedua, Sabtu (24/9/2016), dimeriahkan dengan workshop tari serta pembuatan payung oleh para delegasi. Pagi sekitar pukul 09.00 WIB setelah pentas karawitan anak-anak, penari sekaligus koreografer asal Jepang, Mai Kikuchi, memimpin workshop tari di panggung terbuka Taman Balekambang. Penari yang pernah tinggal selama dua tahun di Pulau Dewata ini memeragakan tari Undine yang sebelumnya ia pentaskan pada Jumat malam.

Advertisement

Undine yang berarti bidadari di dalam laut ini menggabungkan tari Jepang, Bali, dan improvisasi gerakan payung. Workshop yang di lakukan di alam terbuka tersebut berhasil menarik simpati peserta di antaranya panitia serta penonton acara. Meski gerakan-gerakannnya terbilang sulit, mereka menari dengan penuh suka cita.

Mai yang diwawancarai seusai acara mengaku senang sekali bisa mengajarkan tari Undine kepada peserta workshop. Kalaupun ada yang kurang lancar menghafal gerakan-gerakan tari, Mai, memakluminya. Ia sendiri berlatih menghafalkan tarian tersebut selama lima bulan.[Festival Payung Digelar, Siap-Siap Selfie]

“Ya senang sekali bisa bergabung dalam festival payung, dan workshop pagi ini. Solo menyenangkan,” kata dia.

Advertisement

Kemeriahan workshop juga terasa di beberapa stand delegasi daerah lain. Para pengrajin melatih pengunjung membuat payung-payung khas daerahnya. Salah satunya delegasi asal Sawah Lunto, Sumatera Barat. Mereka membuat Payung Talawi/Payung Kote yang berbahan dasar kayu dan kertas. Pendamping pengrajin Payung Talawi, Ardy Teonk, saat berbincang dengan Solopos.com menilai sulit membuat payung khas Sawahlunto tersebut.

Perlu kesabaran dan kehati-hatian demi menghasilkan payung dengan kualitas terbaik. Namun hal itu tidak sebanding dengan penghargaan publik terhadap karya mereka. [Momentum Tepat Selfie di Balekambang Solo]

“Pengguna payung lama-lama berkurang. Padahal pembuatannya rumit. Dengan acara ini kami berharap bisa mengembangkan Payung Talawi sehingga kehidupan pengrajin di sana kembali terangkat,” kata dia.

Advertisement

Direktur Program Festival Payung Indonesia, Heru Prasetya, Sabtu, mengatakan workshop dan pergelaran merupakan bagian penting dalam festival nasional tersebut. Ia ingin menunjukkan kekuatan payung sebagai sumber inspirasi berbagai karya seni termasuk tari. Ada puluhan delegasi yang terlibat dalam festival ketiga tahun ini.

Mereka memamerkan payung sesuai dengan ciri khas daerah masing-masing. “Selain itu kami juga memperkenalkan delegasi yang memiliki koleksi payung-payung moderen. Jadi ini sesuai dengan tema besar kami, melestarikan payung tradisi sekaligus mengembangkan kreasi payung modern yang sudah ada,” kata dia.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif