News
Kamis, 22 September 2016 - 12:45 WIB

Tanpa Otto Hasibuan, Kubu Jessica Kesulitan Arahkan Saksi Ahli

Redaksi Solopos.com  /  Adib Muttaqin Asfar  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Saksi yang juga sahabat Mirna, Hanie Juwita Boon (kanan), bersama sejumlah pegawai kafe Olivier mengikuti rekonstruksi kejadian kasus kematian Wayan Mirna Salihin dalam persidangan dengan terdakwa Jessica Kumala Wongso di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Jakarta, Rabu (27/7/2016). Kuasa hukum Jessica sempat mempertanyakan keberadaan sedotan yang dinilai merupakan salah satu fakta perjalanan sianida di kopi Mirna. (JIBI/Solopos/Antara/Yudhi Mahatma)

Sidang kematian Wayan Mirna Salihin ini tak dihadiri Otto Hasibuan. Tim kuasa hukum Jessica Wongso terlihat sulit memaksimalkan keterangan ahli.

Solopos.com, JAKARTA — Tim kuasa hukum Jessica Kumala Wongso menghadirkan ahli hukum pidana dari Universitas Brawijaya, Prof. Masruchin Ruba’i, dalam sidang di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Kamis (22/9/2016). Namun, tak terlihat ada Otto Hasibuan yang biasa memimpin tim kuasa hukum Jessica dalam setiap persidangan sebelumnya.

Advertisement

Akhirnya, tim kuasa hukum dipimpin oleh Yudhi Wibowo, pengacara yang sejak awal mendampingi sejak Jessica belum menjadi tersangka. Sayangnya, tanpa Otto, tim kuasa hukum tampak kesulitan menggali keterangan dari ahli yang mereka datangkan sendiri.

Di awal sidang, Yudhi memperkenalkann Masruchin sebagai ahli hukum pidana materiil. Artinya dia memang bukan pakar untuk menilai hal-hal formiil seperti administrasi pengambilan barang bukti atau alat bukti. Namun, justru pengasihat hukum Jessica sendiri yang mengarahkan pertanyaan ke soal formil.

Advertisement

Di awal sidang, Yudhi memperkenalkann Masruchin sebagai ahli hukum pidana materiil. Artinya dia memang bukan pakar untuk menilai hal-hal formiil seperti administrasi pengambilan barang bukti atau alat bukti. Namun, justru pengasihat hukum Jessica sendiri yang mengarahkan pertanyaan ke soal formil.

Awalnya, tim pengacara ingin mencari opini lain untuk membalikkan opini ahli hukum pidana dari Universitas Gadjah Mada (UGM), Edward OS Hiariej, sebelumnya. “Mohon jelaskan apakah motif perlu dibuktikan atau tidak dari pasal 340 [KUHP tentang pembunuhan berencana]?” tanya Yudhi membuka pertanyaan. Baca juga: Tak Penting Buktikan Motif Pembunuhan Mirna, Cuma Pelaku yang Tahu.

Dalam opininya, Masruchin menyatakan perlunya menggali motif pembunuhan untuk membuktikan unsur kesengajaan si pelaku. Menurutnya, setiap unsur terencana, termasuk pembunuhan terencana, pasti memiliki motif. “Ini perlu diobjektifkan, artinya menggali fakta objektif bahwa itu dilakukan dengan sengaja. Segaja itu berangkat dari motif, lalu timbul niat. Maka dari situ timbul tindak pidana tertentu,” kata Masruchin.

Advertisement

“Misalnya ada orang sedang bertengkar mulut yang sampai berlebihan, timbul sakit hati, kemudian ada niat membunuh. Tapi tidak seketika itu, dia berpikir, cari senjata, beli senjata tajam, melakukan perbuatan pikir-pikir di mana dan sebagainya. Lalu dilakukanlah pembunuhan itu. Berbeda dengan saat bertengkar lalu langsung mencekik. Jadi ada tenggat waktu untuk mempersiapkan itu.”

Namun, hanya sampai di situ saja pertanyaan yang terkait dengan pidana materiil. Setelah itu, Yudhi meminta rekannya, Sordame Purba, untuk meneruskan pertanyaan. Sordame justru mempertanyakan soal penyitaan barang bukti yang tidak sesuai Perkapolri.

Jaksa Shandy Handika pun langsung mengajukan keberatan karena Masruchin dihadirkan sebagai saksi ahli pidana materiil. Namun hakim masih memberi waktu pada Sordame untuk bertanya.

Advertisement

“Untuk membuktikannya ada beberapa hal yang harus dilakukan, salah satunya menyita barng bukti. Dalam perkara pidana, apabila satu penyitaan barang bukti tersebut tidak memenuhi yang dipersyaratkan. Contohnya barang bukti racun, wajib memenuhi persyaratan sebagai berikut. ‘Diperlukan penyitaan lambung beserta isi, hati ginjal, jantung, otak, lalu cairan urine dan darah. Apabila dalam penyitaan itu ada barang bukti yang tidak disita untuk menentukan matinya seseorang, gimana barang bukti itu’?” tanyanya.

Hakim Kisworo langsung mengambil alih dan bertanya apakah Masruchin berwenang menjawabnya. “Saya tidak memahaminya. Sebenarnya bukan [itu kapasitas saya], itu terlalu teknis. Kalau ada peraturan yang harus dipenuhi, ya penyidik harus memenuhi itu,” jawab Masruchin./

Hakim pun menandaskan. “Harusnya ini di praperadilan ya, tapi ini sudah berlangsung,” kata Kisworo.

Advertisement

Namun, Sordame masih mendesak untuk menanyakan soal penyitaan barang bukti itu. “Menurut kami, ini materiil juga. Maksud Anda tadi…” katanya yang langsung dipotong jaksa. “Saya keberatan karena soal formil sudah dikunci,” kata jaksa Shandy.

Hakim pun kembali turun tangan. “Apakah ahli masih mampu menjawab soal ini?” tanya Kisworo. “Saya sudah sampaikan, jika tindakan penyitaan tidak memenuhi syarat, maka tindakan itu dikatakan secara formal tidak sah. Tapi ini secara umum aja saya, detailnya tak begitu paham,” kata Masruchin lagi.

“Ini sudah masuk formil. Kami keberatan,” timpal jaksa lagi. Hakim Kisworo pun menanyakan apakah penyitaan barang bukti yang tak sesuai Perkapolri menjadikan pembuktian itu tidak sah. “Ya kurang,” jawab Masruchin.

Hakim pun menyanggahnya jawaban itu dan mengingatkan kompetensi Masruchin. “Anda bukan ahli patologi kan?”

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif