News
Kamis, 22 September 2016 - 14:36 WIB

Dihadirkan Kubu Jessica, Keterangan Ahli Pidana Unibraw Malah Untungkan Jaksa

Redaksi Solopos.com  /  Adib Muttaqin Asfar  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Ahli Kriminologi Ronny Rasman Nitibaskara (kanan) dan Ahli Psikologi Sarlito Wirawan Sarwono (kedua kanan) menjadi saksi ahli dalam sidang lanjutan kasus pembunuhan Wayan Mirna Salihin dengan terdakwa Jessica Kumala Wongso di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Jakarta, Kamis (1/9/2016). (JIBI/Solopos/Antara/Widodo S. Jusuf)

Kubu Jessica Wongso menghadirkan ahli pidana Unibraw. Namun, beberapa keterangannya justru bisa menguntungkan kubu jaksa penuntut umum.

Solopos.com, JAKARTA — Meski dihadirkan oleh tim kuasa hukum Jessica Wongso, ahli hukum pidana dari Universitas Brawijaya, Prof. Masruchin Ruba’i, dalam sidang di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Kamis (22/9/2016), memberikan keterangan yang bisa menguntungkan jaksa penuntut umum (JPU).

Advertisement

Semestinya, Masruchin dihadirkan untuk membalikkan opini soal motif pembunuhan berencana. Pasalnya, dalam sidang beberapa waktu lalu, ahli pidana dari Universitas Gadjah Mada (UGM), Edward OS Hiariej, mengatakan jaksa tak perlu membuktikan motif dalam kasus pembunuhan berencana. Bukannya berlawanan, Masruchin justru sejalan dengan pendapat Edward.

Menurut Masruchin, motif memang perlu dibuktikan karena pembunuhan berencana pasti memiliki motif. Namun, yang perlu dibuktikan adalah bagaimana membuktikan unsur kesengajaan itu dan bukan membuktikan motif. Sedangkan motif hanya sebagai bahan untuk membuktikan kesengajaan. “Kalau ahli menyatakan motif hanya sebagai bahan untuk membuktikan kesengajaan, seperti apa itu?” tanya jaksa.

Advertisement

Menurut Masruchin, motif memang perlu dibuktikan karena pembunuhan berencana pasti memiliki motif. Namun, yang perlu dibuktikan adalah bagaimana membuktikan unsur kesengajaan itu dan bukan membuktikan motif. Sedangkan motif hanya sebagai bahan untuk membuktikan kesengajaan. “Kalau ahli menyatakan motif hanya sebagai bahan untuk membuktikan kesengajaan, seperti apa itu?” tanya jaksa.

Menurutnya, kesengajaan itu bisa dibuktikan dengan fakta objektif. Hal itu bisa dilakukan dengan mengemukakan fakta-fakta yang bisa menggambarkan motif. Misalnya fakta-fakta pertengkaran yang dianggap bisa menjadi penyebab kasus pembunuhan. Namun, bukan motif itu yang hendak dibuktikan karena syarat pembunuhan berencana adalah ada tenggat waktu untuk merencanakan.

“Jadi dipikirkan lebih dulu, dipikirkan, direncanakan. Tapi istilah umum kita menyebutnya sebagai pembunuhan berencana,” kata Masruchin.

Advertisement

Hal kedua yang menguntungkan jaksa adalah pendapatnya soal kekuatan rekaman CCTV. Pakar hukum pidana materiil ini sempat ditanya oleh kuasa hukum Jessica tentang hal ini. Dalam hal ini, Masruchin justru cenderung menganggap CCTV sebagai bukti petunjuk. Baca juga: Tak Penting Buktikan Motif Pembunuhan Mirna, Cuma Pelaku yang Tahu.

Semula saat ditanya kuasa hukum Jessica, dia menyebut rekaman CCTV bukan termasuk bukti petunjuk jika mengacu pada KUHAP. Namun dia justru menganalogikan rekaman CCTV tersebut dengan alat bukti elektronik yang diakui dalam UU tindak pidana korupsi (Tipikor).

“Soal [hukum] formil, apa Anda memahami alat bukti demonstratif?” tanya jaksa Shandy Handika. “Apakah Anda paham, rekaman video itu masuk alat demonstratif atau bukti petunjuk?” Masruchin menjawab bahwa dirinya hanya tahu kekuatan rekaman elektronik itu dalam UU Tipikor.

Advertisement

Hal itu dia pertegas lagi saat ditanya oleh Hakim Kisworo soal seberapa jauh kekuatan rekaman CCTV mendukung pembuktian. “Saya belum bisa mengatakan itu [bukti petunjuk atau tidak]. Tapi kalau mau menganalogikan dengan UU Tipikor, itu petunjuk,” katanya sembari mengatakan bahwa hakim boleh melakukan penemuan hukum, termasuk menggunakan analogi UU Tipikor itu. Baca juga: Tanpa Otto Hasibuan, Kubu Jessica Kesulitan Arahkan Saksi Ahli.

Ketiga, Masruchin berpendapat bahwa saksi mata langsung bukan hal mutlak untuk membuktikan terdakwa bersalah. Dalam kasus ini, memang tidak ada saksi yang melihat langsung sianida ditaburkan ke kopi Mirna.

“Bisa saja, misalnya mencari saksi yang melihatnya memnawa sesuatu, kalau tidak, cari saksi melihat terdakwa membeli [racun] dari situ. Nah, antara barang dibeli ini dengan hasil laboratorium apakah ada kesesuaian,” katanya.

Advertisement

Namun jika tidak ada saksi-saksi langsung itu, jaksa bisa merangkai alat-alat bukti, termasuk keterangan para ahli. Lalu, hakim bisa menilai kekuatannya apakah keterangan terdakwa sesuai dengan alat-alat bukti itu.

Keempat, adalah pernyataannya soal keterangan ahli yang tidak konsisten dan tidak objektif atau menganulir keterangan ahli sebelumnya. Menurutnya, majelis hakim bisa menilai objektifitas ahli tersebut. Pasalnya, sejumlah ahli yang didatangkan kuasa hukum Jessica cenderung melawan keterangan para ahli sebelumnya, khususnya soal sianida dan ahli IT yang menuding ada rekayasa yang dilakukan oleh ahli digital forensik Labfor Polri.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif