News
Rabu, 21 September 2016 - 02:10 WIB

Ini Penyebab Krisis Regenerasi Petani di Soloraya Menurut P2K-LIPI

Redaksi Solopos.com  /  Anik Sulistyawati  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Ilustrasi tanam padi (JIBI/Harian Jogja/Bisnis Indonesia)

Krisis regenerasi petani menjadi kajian LIPI dan UNS.

Solopos.com, SOLO-Pusat Penelitian Kependudukan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (P2K-LIPI) sedang melakukan kajian tentang modernisasi dan krisis regenerasi petani. Tiga desa di wilayah Kabupaten Sragen, Kabupaten Klaten, dan Kabupaten Sukoharjo, menjadi sasaran penelitian tersebut.

Advertisement

Dengan menggandeng Program Studi (Prodi) Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Sebelas Maret (UNS) Solo, P2K-LIPI menggelar Diskusi Multistakeholder di Kampus FISIP UNS, Selasa (20/9/2016). Diskusi mengulas seputar regenerasi petani yang melanda pedesaan Indonesia yang kini memasuki tahapan kritis.

Diskusi menampilkan pembicara Gutomo Bayu Aji yang merupakan peneliti P2K-LIPI, Aprilia Ambarwati dari Akatiga Bandung, Titik Eka Sasati dari Yayasan Gita Pertiwi Solo, dan Siti Zunariyah dari Fisip UNS.

Advertisement

Diskusi menampilkan pembicara Gutomo Bayu Aji yang merupakan peneliti P2K-LIPI, Aprilia Ambarwati dari Akatiga Bandung, Titik Eka Sasati dari Yayasan Gita Pertiwi Solo, dan Siti Zunariyah dari Fisip UNS.

Dalam diskusi itu terungkap, modernisasi di perdesaan yang meliputi berbagai bidan kehidupan antara lain kesejahteraan keluarga, pendidikan, pertanian, serta mata pencaharian nonpertanian selama masa pembangunan, telah memajukan sebagian kehidupan penduduk pedesaan. Namun modernisasi yang tidak diikuti dengan penciptaan lapangan kerja di pedesaan terutama di sektor pertanian, disinyalir telah menyebabkan penduduk pedesaan itu meninggalkan sektor pertanian.

Fakta yang ada, para pemuda kini lebih suka meninggalkan desa untuk mencari pekerjaan nonpertanian. Mereka menganggap bertani adalah pekerjaan kotor, tidak keren, jadul (zaman dulu) dan miskin.

Advertisement

Salah satu narasumber, Aprilia Ambarwati menjelaskan sementara ini di kalangan pemuda petani menghadapi hambatan akses terhadap lahan.

“Mereka mendapatkan lahan harus menunggu warisan. Karena lama maka pemuda desa melakukan migrasi di luar pertanian,” katanya.

Dia mencontohkan, pemuda di Karawang pada lari ke industri. Sementara tenaga kerja pertanian dicukupi oleh waga sekitar yang bekerja berpindah pindah. Hapsoro menambahkan di Klaten tanah persawahan bukan dimiliki warga setempat. Pemilik sawah tidak. tinggal di desa. Sawah diserahkan masyarakat untuk mengelola. Ini membuat tidak leluasa

Advertisement

Menurut narasumber lainnya, Siti Zunariyah, solusi yang disarankan atas permasalahan-permasalahan tersebut di antaranya bisa melalui pendidikan sebagai sebuah proses akumulasi pengetahuan dan pembangunan karakter perlu diterapkan dari tingkat keluarga, masyarakat hingga pedesaan.

Di samping itu perlu adanya penyampaian pengetahuan mengenai koperasi, tata produksi pertanian teknis, teknologi tepat guna dan teknologi pangan adalah pengetahuan yang mesti dipegang oleh generasi muda petani.

 

Advertisement

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif