Jogja
Jumat, 9 September 2016 - 05:20 WIB

TIONGHOA JOGJA : Prihatin dengan Minimnya Pemahaman Masyarakat tentang Kelenteng

Redaksi Solopos.com  /  Mediani Dyah Natalia  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Pengurus Klenteng Zhen Ling Gong Poncowinatan, Margomulyo, berfoto di depan altar utama yang ada di dalam klenteng tersebut, Rabu (7/9/2016).(Bernadheta Dian Saraswati/JIBI/Harian Jogja)

Tionghoa Jogja kali ini bercerita tentang penjaga Kelenteng.

Harianjogja.com, JOGJA — Menjadi pengurus kelenteng membawa cerita menarik tersendiri bagi Margomulyo. Pria 40 tahun ini memiliki pengalaman cerita mistis sampai kisah memprihatinkan selama menjaga Kelenteng Poncowinatan.

Advertisement

Salah satu hal yang membuatnya masih terheran-heran dan prihatin adalah banyaknya orang datang ke kelenteng untuk mencari pesugihan. Awalnya para tamu tersebut bertemu dengan Margomulyo, menceritakan usahanya termasuk masalah utang yang dihadapi. Ujung percakapannya, orang tersebut meminta bantuan Margomulyo untuk mendapatkan pesugihan.

“Saya hanya bisa jawab, nek kowe ndene [kalau kamu ke kelenteng] cari pesugihan, ora mungkin [tidak mungkin] ketemu saya. Kalau saya sugih [kaya], ngapain saya jaga kelenteng,” kata pria yang memiliki nama Tionghoa Tjia Tjek Su ini, Rabu (7/9/2016).

Ia prihatin, masih banyak masyarakat yang belum sepenuhnya mengerti keberadaan klenteng sebagai tempat doa. Mereka masih berpikir bahwa kelenteng erat dengan dunia gaib atau dunia klenik karena cara bersembahyang orang-orang Tionghoa di klenteng menggunakan dupa. Padahal, kata dia, asap yang keluar dari dupa dipercaya sebagai kendaraan doa untuk menuju kepada Tuhan, bukan sebagai sesajian untuk melancarkan pesugihan.

Advertisement

Kebanyakan para peminta pesugihan ini adalah suami istri dari daerah yang pelosok. Pengetahuan yang masih minim membuat mereka belum memahami fungsi dan hakekat kelenteng sebagai tempat doa umat Tridharma. “Saya hanya mengarahkan untuk berdoa saja tapi mereka juga tidak mau,” katanya.

Hampir setiap hari ia kedatangan tamu. Di antara mereka ada yang ingin berdoa, ada pula yang sekadar mengonsultasikan permasalahannya. Masalah yang disampaikan pun tidak hanya masalah besar seperti kehilangan barang tetapi juga masalah tidak bisa tidur. Margo hanya dapat mengarahkan untuk berdoa di depan rupang dewa. Mereka dipersilakan berdoa sesuai keyakinannya tetapi harus tetap menggunakan dupa.

Baginya, menjadi pengurus Kelenteng Poncowinatan cukup menyenangkan. “Di sini tenang, tidak mikir apa-apa. Tidak mikir utang,” katanya sembari bergurau. Setiap hari, Margo standby di kelenteng sejak pukul 7.30-16.30 WIB

Advertisement

Advertisement
Kata Kunci : Tionghoa Jogja You Hou
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif