Soloraya
Selasa, 6 September 2016 - 17:15 WIB

PERTANIAN BOYOLALI : 200 Ha Lahan Padi di Ngemplak Tak Jadi Gagal Panen, Ini Penyebabnya

Redaksi Solopos.com  /  Ahmad Mufid Aryono  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Ilustrasi pertanian (JIBI/Solopos/Dok)

Pertanian Boyolali, ada ratusan hektare lahan padi di wilayah Waduk Cengklik tak jadi gagal panen.

Solopos.com, BOYOLALI–Sedikitnya 200 hektare tanaman padi yang terancam gagal panen di wilayah saluran irigasi Waduk Cengklik diselamatkan turunnya hujan beberapa hari terakhir. Petani di wilayah Kecamatan Ngemplak dan Sambi itu dipastikan akan kembali merayakan panen raya pada MT 3 meski melakukan “pelanggaran” masa tanam.

Advertisement

Ketua Gabungan Perkumpulan Petani Pengguna Air (GP3A) Tri Mandiri Ngemplak, Samidi, mengatakan semula para petani yang nekat bertanam padi di MT III sempat waswas. Pasalnya, hujan yang digadang-gadang turun pada awal September tak kunjung datang. Sementara, tanaman padi mereka sudah berumur 40 hari lebih. “Ndilalah, hujan akhirnya turun  beberapa hari lalu secara merata. Petani yang melakukan ‘pelanggaran’ masa tanam itu bersyukur semua,” paparnya saat berbincang dengan Solopos.com di Ngemplak, Selasa (6/9/2016).

Menurut Samidi, tradisi pola tanam yang dibangun para petani Tri Mandiri selama ini ialah Padi-Padi-Palawija atau bera pada MT 1, MT 2, MT 3. Namun, sebagian petani ada yang nekat berspekulasi dengan memanam padi pada MT 3. Mereka berharap hujan tetap turun pada MT 3 meski tak ada pasokan air dari Waduk Cengklik lantaran ada proyek pengerukan. Sebagian petani juga ada yang berencana membendung Kali Kijing dan Kali di Kedungbatang untuk mengairi sawah mereka pada MT 3.

“Hanya di Kelurahan Dibal yang sebagian besar lahannya diberakan atau ditanami palawija. Lahan pertanian yang lainnya, nyaris ditanami padi semua,” terangnya.

Advertisement

Penyuluh pertanian dari Dinas Pertanian Perkebunan dan Kehutanan (Dispertanbunhut) Boyolali, Sri Waluyo, mengatakan meski bebas dari ancaman gagal panen, namun ia mengingatkan petani agar mewaspadai serangan jamur patah leher. Menurut Waluyo, serangan jamur patah leher terjadi lantaran cuaca yang lembap. “Jika setelah hujan cuaca tak kunjung panas, yang terjadi ialah tanaman padi lembap. Dan di sini akan terjadi serangan jamur patah leher. Ini berbahaya,” paparnya.

Untuk itulah, ia meminta petani agar mengantisipasi terjadinya serangan jamur patah leher. Jika serangan jamur sudah mulai terlihat kecil, langkah terakhir ialah dengan melakukan penyemprotan fungisida. “Tak ada pilihan lain selain disemprot anti jamur. Kalau tidak, ya tanaman padi patah semua. Dan terjadi gagal panen karena serangan jamur patah leher,” ungkapnya.

Apalagi, sambungnya, sebagian petani masih memakai pola tanam konvensional, di mana jarak tanaman yang satu dengan yang lainnya sangat berdekatan. Petani belum terbiasa memakai sistem tanam System of Rice Intensification  (SRI) yang memakai jarak tanam 25 centimeter hingga 30 centimeter.

Advertisement

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif