Soloraya
Selasa, 6 September 2016 - 19:15 WIB

BENDA BERSEJARAH BOYOLALI : Pripih Ringinlarik Musuk dari Emas, Penemu dan Pemilik Lahan Diberi Kompensasi

Redaksi Solopos.com  /  Rini Yustiningsih  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Pripih yang ditemukan di bawah tumpukan batu kuno di Dukuh Kebonluwak, Desa Ringinlarik, Kecamatan Musuk, beberapa waktu lalu. (Hijriah AW/JIBI/Solopos)

Benda bersejarah Boyolali berupa batu tertata dan lempengan bernama pripih ditemukan di Ringinlarik Musuk.

Solopos.com, BOYOLALI — Masih ingat penemuan lempengan kuning biasa disebut pripih dan batu tertata di lokasi proyek Embung Ringinlarik, Musuk, Boyolali, 31 Juni 2015 lalu?

Advertisement

Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Jateng akhirnya kelar meneliti lempeng kuning atau pripih yang ditemukan di bawah tumpukan batu kuno di Dukuh Kebonluwak, Desa Ringinlarik, Kecamatan Musuk. Baca: Susunan Batu di Musuk

Pripih itu diketahui bukan lempeng biasa melainkan terbuat dari emas 18 karat. Penemu prih nantinya Hal ini disampaikan Kasi Pelestarian Pengembangan dan Pemanfaatan BPCB Jateng, Gutomo, kepada Solopos.com, Selasa (6/9/2016).

BPCB juga berjanji akan memberikan kompensasi dan penghargaan terhadap penemu pripih tersebut. Pemberian kompensasi berdasarkan undang-undang bahwa ada kompensasi bagi penemu benda cagar budaya. Baca: Situs Gunung Wiji

Advertisement

Kompensasi akan diberikan kepada penemu dan pemilik lahan tahun depan. Seperti diketahui, pripih adalah benda kuno yang menjadi salah satu syarat pembuatan candi. Pripin biasanya ditanam di bawah pondasi candi tersebut.

“Berdasarkan hasil penelitian tim kami, pripih itu terbuat dari emas, 18 karat,” kata Gutomo.

Pripih ditemukan warga dan pekerja yang sedang menggarap proyek embung, akhir Juli lalu. Setelah ditemukan, pripih sempat disimpan lama oleh Sumardi, warga setempat. Lempeng pripih itu ada 22 biji. Baca Nepen Kota Tua Abad ke-9

Advertisement

Tiap lempeng pripih yang ditemukan, kata Gutomo, pripih tersebut bertuliskan nama-nama dewa mata angin menggunakan menggunakan huruf Jawa kuno dan ditulis dengan huruf timbul. “?Ada delapan nama Dewa Lokapala atau dewa mata angin,” terang Gutomo.

Berdasar analisis corak dan gaya tulisan yang tertera dalam pripih tersebut, reruntuhan candi di Desa Ringinlarik diperkirakan berasal dari abad 8 Masehi. Baca: Proyek Embung Ringinlarik Digeser

Sementara itu, terkait reruntuhan batu candi, BPCB Jateng saat ini masih melakukan kajian dan penelitian.

Meskipun sudah tidak bisa dipugar atau diekskavasi namun lokasi temuan reruntuhan candi tersebut masih bisa ditetapkan sebagai situs cagar budaya. “Kalau struktur candi masih banyak tentu akan kami tetapkan sebagai situs cagar budaya. Saat ini masih kita teliti dulu bentuk struktur candinya,” imbuh Gutomo.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif