News
Senin, 5 September 2016 - 21:00 WIB

KPK Dukung KPU Tolak Calon Berstatus Terpidana

Redaksi Solopos.com  /  Adib Muttaqin Asfar  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Ilustrasi terdakwa koruptor (JIBI/Solopos/Antara/R. Rekotomo)

KPU menolak calon berstatus terpidana percobaan dalam pilkada. KPK mendukung hal itu.

Solopos.com, JAKARTA — Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendukung langkah Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk menolak permintaan DPR yang ingin agar terpidana hukuman percobaan dibolehkan untuk maju sebagai calon kepala daerah di pilkada.

Advertisement

Ketua KPU, Juri Ardiantoro, mengakui bahwa pihaknya masih menolak dengan usulan tersebut. Menurut KPU, untuk menjadi calon kepala daerah adalah harus memenuhi syarat dengan tidak menjadi orang yang tidak sedang menjalani hukuman pidana, atau bukan terpidana. Dalam prinsipnya, KPU menganggap bahwa terpiada hukuman percobaan juga termasuk dalam kategori terpidana.

“Jadi bukan hanya terpidana hukuman kurungan saja, yang percobaan juga termasuk terpidana,” ujar Juri di KPU, Jakarta, Senin (5/9/2016).

Juri menengaskan bahwa hal itu sudah menjadi sikap tegas KPU. “Bahwa kemudian nanti ada sikap lain misalnya dari DPR atau pemerintah, KPU sudah punya pandangan seperti itu dan KPU tidak bisa dipaksa untuk menjadi institusi yang turut menyetujui hal itu,” tuturnya.

Advertisement

Keinginan KPU itu sendiri rupanya sudah mendapat dukungan dari KPK. Ketua KPK Agus Raharjo mengatakan untuk banyak hal yang harus dibenahi dalam peraturan KPU untuk mewujudkan pemilu yang bersih. Menurutnya, salah satu cara untuk mewujudkan pemilu ataupun pilkada yang bersih adalah dengan memastikan bahwa calon-calon kepala daerah bebas dari permasalahan hukum.

Lebih lanjut, dia pun meminta agar KPU tidak menyetujui permintaan dari pihak lain yang ingin meloloskan calon yang menjalani pidana percobaan untuk maju di Pilkada. Pasalnya, KPK khawatir jika kedepan akan banyak masalah yang muncul akibat adanya calon yang berasal dari terpidana percobaan.

Hal ini berkaca pada adanya Operasi Tangkap Tangan (OTT) yang akhir-akhir ini melibatkan oknum kepala daerah. Terhitung sejak awal 2016 hingga saat ini, KPK telah melakukan OTT terhadap kepala daerah untuk yang ketiga kalinya.

Advertisement

OTT pertama di 2016, diawali dengan penangkapan terhadap Bupati Subang Ojang Sohandi. Ojang ditangkap karena mencoba menyuap jaksa di Kejati Jabar dalam penanganan dugaan penyelewengan dana BPJS. Dia memberikan uang senilai Rp528 juta agar namanya tidak disebut dalam penanganan perkara Kejati Jawa Barat.

Setelah Bupati Subang, KPK juga menangkap tangan Gubenur Sulawesi Tenggara Nur Alam terkait skandal korupsi penerbitan Izin Usaha Pertambangan (IUP). Dalam perkara itu, penyidik menetapkan Nur Alam sebagai tersangka. Adapun, kasus yang menjeratnya juga terkait izin yakni izin pertambangan milik PT Anugrah Harisma Barakah (AHB) di Kabupaten Buton dan Bombana.

Sedangkan yang terakhir adalah Yan Anton Ferdian (YAF) yang tak lain Bupati Banyuasin yang ditangkap pada Minggu (4/9/2016). YAF terlibat dugaan suap senilai Rp1 miliar yang saat ini masih dalam pendalaman KPK. Agus mengungkapkan sejak KPK berdiri sebenarnya sudah banyak kepala daerah yang terkena OTT.

“Yang OTT sudah sekitar 119 dari DPR dan DPRD, Gubenur 15 orang, dan Bupati serta Wali Kota sebanyak 50 orang, itu sejak KPK didirikan,” papar Agus.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif