Soloraya
Senin, 5 September 2016 - 11:40 WIB

Duh, 80 Persen Kondisi DAS di Jawa Kritis

Redaksi Solopos.com  /  Anik Sulistyawati  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Warga mengamati aliran air Bengawan Solo, Kamis (16/4/2015). (Ivanovich Aldino/JIBI/Solopos)

Daerah aliran sungai (DAS) di Jawa saat ini dinilai sudah kritis.

Solopos.com, KARANGANYAR – Kira-kira 80 persen daerah aliran sungai (DAS) di Pulau Jawa saat ini dalam kondisi kritis. Salah satu penyebabnya karena tidak terpenuhinya aturan pengelolaan DAS terkait kebutuhan tata ruang daerah serapan dan bagaimana menjaga kelestarian DAS.

Advertisement

“Di Indonesia kondisi DAS yang kritis semakin meningkat. Kondisi DAS di Jawa agak parah, karena penduduk padat, peruntukan juga macam-macam,” ujar Kepala Badan Informasi Geospasial, Dr. Priyadi Kardono M. Sc saat memberi keterangan pers di Hotel Alana, Blulukan, Colomadu, Karanganyar, Sabtu (3/9/2016).

Pada akhir pekan lalu Priyadi menjadi pembicara kunci Seminar Nasional Pemanfaatan Informasi Geospasial untuk Peningktan Sinergi Pengelolaan Lingkungan Hidup. di Hotel Alana. Acara yang dihadiri sejumlah tamu undangan ini digelar oleh Program Pascasarjana PKLH Minat Utama Pendidikan Gegrafi UNS.

Menurut dia kondisi DAS semakin memburuk dengan meningkatnya degradasi lahan akibat alih guna dan alih fungsi lahan yang tak terkendali. Jika aktivitas yang menyebabkan degradasi lahan tidak dikendalikan, upaya rehabilitasi hutan dan lahan dinilai akan sia-sia. Dia menjelaskan kritis atau sehatnya kondisi DAS bisa dilihat dari data-data yang ada pada geospasial.

Advertisement

Sejauh ini, ungkap dia, kritisnya DAS juga disebabkan belum adanya sinkronisasi antara pengelola lingkungan dengan pemerintah daerah setempat. Apalagi bila DAS tersebut berada di kawasan dua wilayah yang berbeda.

Dia mencontohkan, DAS Ciliwung, meski Jakarta telah berusaha menanggulangi banjir dengan membersihkan DAS atau merehabilitasi waduk, tetapi kalau hulunya atau aliran di atasnya di kawasan Bogor tetap melakukan pendirian bangunan tak terkendali tanpa memperhatikan resapan, niscaya bagian bawah seperti Jakarta bakal banjir.

Dia berpendapat kalau di lihat kondisinya, tidak semua DAS di Jawa ada hutannya. Bengawan Solo dinilai sebagai salah satu DAS yang kritis.

Advertisement

Sehingga Bengawan Solo yang menjadi sungai terpanjang di Pulau Jawa itu meski sebenarnya di atasnya sudah ada waduk yaitu Waduk Gajah Mungkur (WGM), tapi di atas WGM tidak ada hutannya yang memadai.
Dengan demikian pendangkalan pada WGM dinilai relatif cepat. Kalau waduk mengalami pendangkalan tentu daya tampung airnya sedikit. Konsekuensinya jika elevasi air tinggi harus dilepaskan ke bawah.

Solusinya, ujar Priyadi, pihak Pengendalian DAS Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) harus bekerja sama dengan pemerintah daerah untuk penyesuaian tata ruang. Sebaiknya ada permintaan dari Balai Pengelolaan (BP) DAS agar sehat, minimal harus ada hutan seluas 30 persen. Sehingga ada resapan air yang memadai.
“Minimal daerah resapan atau hutan harus ada 30 persen. Kalau tersedia resapan sebanyak 30 persen selama ini dianggap masih bisa menyehatkan DAS. Kalau kurang dari itu pasti akan banyak masalah.”

Apalagi kalau daerah sekitar sudah dipenuhi perumahan maka limbah akan turun ke sungai sehingga akan mencemari lingkungan.

 

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif