Jogja
Minggu, 4 September 2016 - 04:20 WIB

PENELITIAN WOLBACHIA : DIY Jadi Perintis, Bagaikan Mendayung Sambil Membuat Perahu

Redaksi Solopos.com  /  Nina Atmasari  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Panduan Informasi dan Inspirasi

Penelitian Wolbachia di DIY menjadi perintis

Harianjogja.com, JOGJA- Penelitian eliminate dengue project (EDP) terus diperluas setelah dilakukan di Sleman dan Bantul dalam lingkup kecil. Kini di Kota Jogja disebar ratusan ribu telur nyamuk yang bisa mencegah wabah demam berdarah dengue (DBD), yakni nyamuk Aedes Aegypti ber-Wolbachia.

Advertisement

Tanpa adanya sejumlah peneliti yang bisa diandalkan, sebuah proyek bakal jauh dari kata berhasil. Universitas Gadjah Mada (UGM) melalui tim EDP melakukan penelitian yang baru pertama kalinya di Indonesia, yaitu penyebaran nyamuk ber-Wolbachia untuk mengendalikan DBD.

Nyamuk yang telurnya diimpor dari kandang penelitian di Australia dengan cara yang sangat rumit ini diyakini mampu menekan wabah menakutkan masyarakat.

Selain Profesor Adi Utarini yang menjadi ketua tim peneliti, ada seorang akademisi yang berperan penting untuk menggerakkan turbin penelitian itu sampai akhirnya berputar sempurna dan bisa diterima masyarakat lantaran membuahkan hasil.

Advertisement

Dia adalah Riris Andono Ahmad, seorang doktor yang tergabung sebagai tim peneliti utama eliminate dengue project (EDP) yang kini menjadi komandan di Pusat Kedokteran Tropis Fakultas Kedokteran UGM.

Bersambung halaman 2

Pria yang pernah ber-kawah candradimuka di UMEA University, Sweden ketika memperjuangkan master di bidang epidemiologi ini memang sarat pengalaman di bidang kesehatan masyarakat.

Advertisement

Pada Rabu (31/8/2016) lalu, untuk pertama kalinya tim EDP secara terang-terangan merilis penyebaran telur nyamuk sebanyak 6.000 ember di Kota Jogja. Berbeda dengan di Trihanggo, Gamping, Sleman saat awal penelitian masih dilakukan tanpa diketahui awak media.

Barulah, karena memicu pro kontra sehingga mau tidak mau uji coba penelitian itu harus terkuak di media massa. Jerih payah Doni, sapaan akrab Riris Andono Ahmad, bersama rekan setimnya, setahun kemudian membuahkan hasil.

Pedukuhan Kronggahan, Trihanggo, Gamping terbukti mampu menekan angka DBD. Doni banyak mengambil hikmah positif dari penolakan warga terhadap kehadiran timnya. Setidaknya niat baik tim EDP bisa diketahui masyarakat luas.

Bagi doni, penelitian di EDP bukan sekedar pekerjaan biasa. Dari seabreg penelitian yang pernah digelutinya, penyebaran nyamuk Wolbachia dianggap sebagai masterpiece penelitian yang bisa dibanggakan.

Advertisement

Bersambung halaman 3

Itu karena, timnya sudah membuktikan sendiri bahwa Wolbachia mampu mengurangi DBD. “Diibaratkan pelukis, ini masterpiece-nya,” ucap dia saat berbincang dengan Harianjogja, Jumat (2/9/2016).

Tetapi bukan tanpa kendala. Penelitian ini sangat kompleks. Doni mengibaratkan penelitian itu awalnya seperti mendayung perahu, tetapi perahu yang akan didayung itu ternyata belum jadi. Sehingga mau tidak mau harus ikut menunggu, menyelesaikan pembuatan perahu itu, untuk kemudian didayung).

Advertisement

Maklum, dari awal penelitian itu belum pernah ada dan belum pernah terbuktikan di Indonesia. Sehingga resiko penolakan dari warga cukup tinggi. Hanya untuk menyebar nyamuk di tingkat RT saja bukan hanya warga yang dimintai izin tetapi dari berbagai Kementrian, mulai dari pertanian hingga riset dan teknologi. Termasuk sejumlah stakeholder lainnya yang berwenang terhadap serangga.

Tim tidak akan menyebarkan nyamuk jika ada salahsatu warga yang tidak setuju. Pendekatannya menjadi sangat alot saat di awal karena tim belum bisa menunjukkan contoh di Indonesia. Di Kota Jogja memang tidak ada penolakan, namun operasionalnya diperluas lagi. Jarak peletakan ember sekitar 50 meter, dengan jumlah 6.000 ember. Setiap embernya terdapat 100 butir telur wolbachia.

“Seperti mendayung perahu tapi perahunya baru dibikin,” ucapnya.

Bersambung halaman 4

Belum lagi dari sisi proses produksi telur nyamuk di insektarium. Orang awam tentu akan sulit berfikir, bagaimana membedakan telur berwolbachia dengan yang tidak. Proses screening yang ekstra teliti harus dilakukan tim peneliti, untuk memastikan telur yang akan disebar mengandung Wolbachia.

Advertisement

Bagaimana pula dengan nyamuk hasil penangkaran ternyata tidak sepenuhnya mengandung Wolbachia. Rupanya itu tidak dimusnahkan begitu saja, seperti kebanyakan orang memukulnya hingga hancur saat hinggap di tubuh, lalu dibuang.

Tim Doni menyimpan di sebuah tempat khusus menyerupai lemari es dengan suhu minus 80 derajat. “Itu bisa untuk penelitian lanjutan,” kata pria peraih doktor dari Belanda ini.

Kisah penelitian ini sebenarnya berawal saat Sjakon Tahija bertemu dengan ilmuwan Australia soal metode penanganan DBD yang disebab nyamuk Aedes Aegepty. Sjakon adalah Ketua Yayasan Dewan Pembina Yayasan tahija selaku penyandang dana.

Sjakon kemudian memilih Jogja, dalam hak UGM untuk melakukan penelitian. “Kami berkomitmen untuk menyelesaikan penelitian ini,” tegasnya.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif