News
Sabtu, 3 September 2016 - 20:01 WIB

Pengikut Negara Tandingan Mujais Jadi "Perahan" Koperasi Pandawa

Redaksi Solopos.com  /  Adib Muttaqin Asfar  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Kop surat negara tandingan Presiden Mujais yang bernama Koperasi Pandaawa (Rini Y/JIBI/Solopos)

Pengikut negara tandingan Mujais disebut-sebut menjadi perahan Koperasi Pandawa.

Solopos.com, SRAGEN — Ribuan orang pengikut Mujais yang mengklaim diri sebagai Kepala Negara atau Presiden RI diduga menjadi sapi perah oleh Koperasi Pandawa. Meski menjanjikan bisa menyelesaikan jeratan utang bank dan melindungi aset para anggotanya dari ekskusi, mereka meminta uang jutaan rupiah.

Advertisement

Selain diminta membayar Rp300.000 untuk biaya registrasi, para pengikut Mujais juga diharuskan membayar tim eksekusi rumah mulai Rp5 juta hingga Rp25 juta. Mereka juga diminta bergabung dengan Koperasi Pandawa dengan menyetor uang jutaan rupiah.

Hal itu dikemukakan Sumardi, menantu dari Sulani yang menjadi pengikut Mujais asal Dusun Benersari, Desa Bener, Ngrampal, Sragen. Eks anggota DPRD Sragen periode 2004/2009 itu sebetulnya juga hendak direkrut menjadi pengikut Mujais. Namun, sejak awal dia sudah meyakini ketidakberesan di tubuh kelompok Mujais.

Sumardi yang pernah semalaman menginap di rumah Mujais pada awal Februari lalu buka-bukaan terhadap kegiatan di rumah mantan calon Wali Kota Malang yang kalah bertarung dalam Pilkada Kota Malang 2013 silam. Baca juga: Jejak Mujais: Gagal Jadi Wali Kota & Gugat ke MK.

Advertisement

Setelah mempelajari sejumlah dokumen perundang-undangan yang mereka susun dan menelusuri rekam jejak Mujais, Sumardi menyimpulkan adanya unsur penipuan yang dilakukan kelompok ini. Menurutnya, ribuan orang yang menjadi pengikut Mujais sebetulnya hanya menjadi sapi perah bagi Koperasi Pandawa.

”Setelah membayar uang registrasi senilai Rp300.000, data pengikut akan diverifikasi. Mereka juga harus membayar uang kepada koperasi senilai jutaan rupiah. Untuk mengeksekusi rumah yang telanjur dilelang oleh bank, mereka harus membayar Rp5 juta hingga Rp25 juta. Ibu saya sudah membayar Rp5 juta sehingga rumah yang sudah telanjur dilelang oleh Bank Danamon bisa dieksekusi oleh tim eksekutor bentukan Mujais,” terang Sumardi.

Namun, menurutnya, ada warga Blitar yang sudah membayar uang Rp25 juta, namun bekas rumahnya belum dieksekusi oleh tim. “Para pengikut ini diminta merekrut orang sebanyak-banyaknya. Mereka akan dapat fee bila berhasil merekrut orang baru.” Baca juga: Tak Akui Presiden Jokowi, Negara Tandingan Mujais Bantah Makar.

Advertisement

Curiga ada modus penipuan, Sumardi sebetulnya sudah melapor ke Polresta Malang pada 15 Februari lalu. Namun, hingga kini laporan itu belum ditindaklanjuti. Sumardi sudah berupaya membujuk ibu mertuanya untuk meninggalkan kelompok Mujais, namun upayanya selalu gagal.

”Saya sudah menjelaskan dari A-Z, namun selalu dimentahkan. Saya memang berhasil membujuk dua orang untuk mundur dari kelompok Mujais, namun saya justru gagal membujuk ibu mertua sendiri. Bagaimanapun juga, ibu saya hanyalah korban. Dia hanya tamatan SD yang mudah dipengaruhi orang. Kalau ibu saya sampai masuk penjara, saya bersumpah akan bawa Mujais ke meja hijau dan memasukkan dia ke penjara. Mujais adalah otak dari modus penipuan itu,” tegas Sumardi.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif