News
Sabtu, 3 September 2016 - 22:30 WIB

Pengikut Mujais Rela Utang Demi "Ritual" di Malang

Redaksi Solopos.com  /  Adib Muttaqin Asfar  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Kondisi rumah Joko Kasmanto dan Suwarni, pengikut Presiden Mujais di Dusun Jonglot, Desa Katelan, Tangen, Sragen, tidak terawat setelah ditinggal penghuninya selama lebih dari delapan bulan, Rabu (31/8/2016). (Moh. Khodiq Duhri/JIBI/Solopos)

Pengikut negara tandingan Mujais dijanjikan lepas dari utang bank. Namun ada yang justru berutang demi mengikuti ritual di Malang.

Solopos.com, SRAGEN — Ada kepercayaan yang sulit diterima dengan akal dalam pikiran para pengikut Mujais. Bukan hanya soal mengakui Mujais sebagai Presiden RI, tapi juga kepercayaan bahwa mereka bisa menyelesaikan utang perbankan. Padahal, mereka diyakini hanya jadi sapi perahan.

Advertisement

Salah seorang warga Sragen yang keberatan disebutkan namanya mengaku punya kerabat yang menjadi pengikut Mujais. Keluarganya sudah kerap memberi nasihat kepada kerabat tersebut supaya bersedia meninggalkan kelompok Mujais dan fokus melunasi utangnya di bank. Namun, dia bersikukuh jika utangnya sudah dilunasi oleh Koperasi Pandawa.

”Dia selalu memberi contoh, lihat itu Sulani yang sudah berhasil memiliki rumahnya kembali meski sudah pernah dilelang oleh bank. Itu karena utang di bank sudah dilunasi oleh negara melalui Koperasi Pandawa,” jelas dia, Sabtu (3/9/2016).

Dia tidak memungkiri selama ini kerabatnya tersebut kerap menjadi sapi perah oleh Koperasi Pandawa. Kerabatnya itu sudah bolak-balik ke Malang hanya untuk mengikuti pengarahan dan pelatihan yang sifatnya doktrinasi. Biaya pelatihan itu tentunya dibebankan kepada pengikut Mujais. Baca juga: Pengikut Negara Tandingan Mujais Jadi “Perahan” Koperasi Pandawa.

Advertisement

”Dia selalu utang ke sana ke mari untuk berangkat ke Malang. Kami sudah kerap menasihati, daripada mengeluarkan uang untuk bolak-balik ke Malang, lebih baik uang itu digunakan untuk mengangsur pinjaman di bank. Namun, upaya kami selalu dimentahkan dengan argumentasi yang tidak masuk diakal,” beber dia. Baca: Ritual Lupakan Utang, Pengikut Teriakkan “Mujais Presiden”.

Hal serupa diungkapkan Sumardi, anggota DPRD Sragen periode 2004/2009. Dia merupakan menantu dari Sulani, salah satu pengikut Mujais asal Dusun Benersari, Desa Bener, Ngrampal, Sragen. Sunardi juga hendak direkrut menjadi pengikut Mujais, namun sudah melihat ketidakberesan di tubuh pengikut Mujais dan Koperasi Pandawa.

”Setelah membayar uang registrasi senilai Rp300.000, data pengikut akan diverifikasi. Mereka juga harus membayar uang kepada koperasi senilai jutaan rupiah. Untuk mengeksekusi rumah yang telanjur dilelang oleh bank, mereka harus membayar Rp5 juta hingga Rp25 juta. Ibu saya sudah membayar Rp5 juta sehingga rumah yang sudah telanjur dilelang oleh Bank Danamon bisa dieksekusi oleh tim eksekutor bentukan Mujais,” terang Sumardi, Sabtu.

Advertisement

Namun, menurutnya, ada warga Blitar yang sudah membayar uang Rp25 juta, namun bekas rumahnya belum dieksekusi oleh tim. “Para pengikut ini diminta merekrut orang sebanyak-banyaknya. Mereka akan dapat fee bila berhasil merekrut orang baru.”
Baca juga: Cerita Kegagalan Mujais Jadi Wali Kota Malang.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif