Soloraya
Kamis, 1 September 2016 - 16:25 WIB

TOL SOLO-KERTOSONO : Mediasi Soal Tol Deadlock, Ini Penyebabnya

Redaksi Solopos.com  /  Anik Sulistyawati  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Pembangunan over pass jalan Tol Solo-Kertosono (Soker) di Desa Ngesrep, Ngemplak, terhenti sejak beberapa hari lalu. Faktor ketinggian alat berat crane dianggap bisa membahayakan penerbangan pesawat. Foto diambil Minggu (14/8/2016). (Aries Susanto/JIBI/Solopos)

Tol Solo-Kertosono perundingan antara pihak kontraktor dengan Dirjen Kemenhub menemui jalan buntu.

Solopos.com, BOYOLALI – Proyek overpass Tol Solo- Kertosono (Soker) di Desa Ngesrep, Ngemplak, bakal berjalan di tempat lebih lama lagi. Pasalnya, mediasi antara pihak Tol Soker dengan Dirjen Perhubungan Udara Kementerian Perhubungan (Kemenhub) menemui jalan buntu alias deadlock.

Advertisement

Ketua Satker Tol Soker, Aidul Fiqri, mengaku sudah menggelar rapat beberapa kali dengan pihak bandara, mulai tingkat manajer bandara hingga ke Dirjen Perhubungan Udara Kemenhub. Namun, hasilnya nol.

Masing-masing pihak sama-sama berkukuh dengan pendiriannya. “Rapat di tingkat Dirjen di Jakarta kemarin [Selasa, 30/8] deadlock. Hasil rapat akan dibawa lagi ke tingkat menteri,” ujar Aidul saat dihubungi Solopos.com, Kamis (1/9/2016).

Advertisement

Masing-masing pihak sama-sama berkukuh dengan pendiriannya. “Rapat di tingkat Dirjen di Jakarta kemarin [Selasa, 30/8] deadlock. Hasil rapat akan dibawa lagi ke tingkat menteri,” ujar Aidul saat dihubungi Solopos.com, Kamis (1/9/2016).

Aidul menjelaskan perdebatan berkutat pada persayaratan kemiringan landasan pacu (runway). Pihak tol mengacu pada aturan lama yang menyebut bahwa kemiringan runway menuju puncak tertinggi overpass maksimal 2%. Sementara, pihak bandara mengacu pada perubahan aturan Menteri Perhubungan tahun 2011 yang menyebut batas maksimal kemiringan runway menuju puncak tertinggi overpass 1,6%.

Baca juga : Disarankan Bikin Underpass, Kontraktor Belum Legawa

Advertisement

Atas dasar inilah, masing-masing pihak berkukuh pada pendiriannya. Pihak tol, kata Aidul, merasa kecolongan lantaran aturan perubahan baru tak disampaikan kepadanya. “Akibatnya, kami merasa dirugikan. Tiang pancang sudah kami pasang, tiba-tiba proyek dihentikan,” ujanya.

Aidul bisa memahami bahwa faktor keselamatan penerbangan menjadi pilihan nomor satu. Namun, mestinya ada solusi bersama terkait masalah pemasangan overpass yang dianggap terlalu tinggi. Ia bahkan menyebut ada juga menara masjid di sekitar overpass yang ketinggiannya melebihi 13 meter.

Baca juga : Pemasangan Tiang Pancang Dinilai Bisa Ancam Penerbangan Pesawat

Advertisement

“Ini menyangkut kebijakan di level menteri atau presiden. Kalau masih bisa ditoleransi, proyek jalan terus. Tapi kalau enggak bisa, ya bagaimana nanti pertanggungjawabannya,” ujarnya.

Ditanya soal kemungkinan overpass diganti underpass, Aidul keberatan. Selain harus melakukan desain ulang, ketinggian permukaan air di Ngesrep melebihi batas permukaan tanah.

“Kalau bikin underpass bisa terendam air terus seperti underpass Makam Haji,” ujarnya.

Advertisement

Kepala Departemen Operasional Bandara Adi Soemarmo, Solo, Yaka Sulistya, membenarkan bahwa hingga detik ini belum ada solusi atas masalah ketinggian overpass Tol Soker di Desa Ngesrep, Ngemplak. Pihaknya mengaku lekas membawa hasil rapat ke Menteri Perhubungan untuk dibahas bersama Menteri Pekerjaan Umum (PU).

“Perdebatannya ialah soal ketinggian overpass yang mencapai 13 meter. Padahal, batas maksimal hanya 10 meter karena membahayakan keselamatan penerbangan,” ujarnya.

 

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif