News
Kamis, 1 September 2016 - 20:30 WIB

SIDANG KOPI BERSIANIDA : Seru! Pengacara Jessica Takluk di Depan Sarlito Wirawan

Redaksi Solopos.com  /  Adib Muttaqin Asfar  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Ahli Kriminologi Ronny Rasman Nitibaskara (kanan) dan Ahli Psikologi Sarlito Wirawan Sarwono (kedua kanan) menjadi saksi ahli dalam sidang lanjutan kasus pembunuhan Wayan Mirna Salihin dengan terdakwa Jessica Kumala Wongso di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Jakarta, Kamis (1/9/2016). (JIBI/Solopos/Antara/Widodo S. Jusuf)

Sidang kopi bersianida diwarnai perdebatan sengit Otto Hasibuan. Pengacara Jessica itu “kalah” debat melawan Sarlito Wirawan.

Solopos.com, JAKARTA — Bukan hal baru jika kuasa hukum Jessica Kumala Wongso, Otto Hasibuan, mendebat habis-habisan kesimpulan atau pendapat saksi ahli. Namun menghadapi salah satu psikolog beken Indonesia, Sarlito Wirawan, situasi perdebatannya terlihat berbeda.

Advertisement

Pendapat Sarlito dalam sidang di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Kamis (1/9/2016) ini, sebenarnya tak jauh berbeda dengan pendapat psikolog yang pernah memeriksa kejiwaan Jessica beberapa waktu lalu, Antonia Ratih Andjayani. Seperti Antonia, Sarlito berpendapat apa yang dilakukan Jessica seperti terekam CCTV di Olivier Cafe adalah tidak lazim.

Sarlito memang tak pernah memeriksa Jessica secara langsung. Namun dia mencocokkan hasil pemeriksaan psikolog lain dengan rekaman CCTV Olivier Cafe. Menanggapi hal ini, Otto Hasibuan ingin menyanggahnya dimulai dari CCTV.

Advertisement

Sarlito memang tak pernah memeriksa Jessica secara langsung. Namun dia mencocokkan hasil pemeriksaan psikolog lain dengan rekaman CCTV Olivier Cafe. Menanggapi hal ini, Otto Hasibuan ingin menyanggahnya dimulai dari CCTV.

“Itu CCTV apakah sama dengan yang dihadirkan di sini [persidangan]?” tanya Otto. Sarlito pun menjawab belum pernah melihat rekaman yang diputar di persidangan. Otto pun tak berhenti sampai di situ, melainkan mengarahkan pertanyaan soal standar “lazim”.

“Saudara ahli katakan melihat CCTV yang ditampilkan polisi. Lazimnya kalau orang menunggu teman antara lain menonton TV, main gadget, dan sebagainya. Maksudnya bagaimana?” tanyanya lagi.

Advertisement

Menurut Otto, harus ada parameter yang diuji agar bisa menentukan parameter kelaziman. “Kita ini kan maunya yang scientific [ilmiah] ya,” katanya. Tapi psikolog beken itu tak kalah.

“Kalau mau scientific, saya tanya ada berapa orang yang pernah Bapak lihat menata paperbag di atas meja [cafe]?” balas Sarlito.
“Pernah,” kata Otto. “Kemarin malam teman saya barusan bawa paperbag untuk obat, lalu makan malam dan paperbag ditaruh di atas meja. Saya sampai bilang ‘itu nanti kamu dituduh seperti Jessica lho’. Nah itu gimana?”
“Kalau cuma satu belum lazim,” balas Sarlito.

Seperti saat menanyai Antonia beberapa waktu lalu, Otto mempertanyakan apakah ada statistik yang menunjukkan perilaku disebut lazim atau tidak. “Harusnya ada statistik,” kata Otto.

Advertisement

“Statistik lain lagi,” kata Sarlito. “Lazim bukan statistik, dalam statistik tidak ada kata lazim, tapi korelasi, rata-rata, dan sebagainya. Ukuran lazim bukan statistik.”

Perdebatan berlanjut ke arah soal tertegunnya Jessica saat melihat Mirna mendekati kematian. Otto menanyakan apakah hal itu bisa dikatakan tidak lazim dengan menanyakan apakah setiap melihat kematian orang harus menangis. “Tidak sama. Dalam kasus ini kan orangnya lain-lain,” jawab Sarlito.

“Artinya kita tidak bisa menentukan [lazim atau tidak],” kata Otto. “Orang menangis tergantung konteksnya, saya tafsirkan dalam konteks ini saja,” jawab Sarlito. Baca juga: Psikolog: Jessica Berpotensi Memanipulasi Gelas Kopi dan Informasi.

Advertisement

Otto berupaya memperlebar lingkup pembicaraan ke kasus yang lebih umum, bukan hanya konteks Jessica. Dia mempertanyakan apakah semua orang yang meletakkan paperbag di atas meja pasti melakukan kejahatan. Baca jufa: Ahli Ungkap Kebohongan & Arti Tatapan Mata Jessica.

“Dia menaruh paperbag di depan, dan menutup koopi. Artinya dia mau menutupi apa yang dilakukannya,” jawab Sarlito. “Berarti semuanya bisa dikatakan melakukan kejahatan dong?” cecar Otto. Baca juga: Jessica Bukan Psikopat, Tapi Kepribadian “Berbahaya”.

Sarlito membalikkan kalimatnya. “Pertanyaannya harusnya, apakah semua orang bisa menyimpulkan hal itu. Kesimpulan saya hanya pada kasus ini. Jadi saya tidak akan menjawab,” jawab Sarlito.

“Berarti Ahli tidak bisa menjawab ya,” kata Otto lagi. “Bukan tak bisa menjawab, tapi pertanyaannya yang enggak ahli, bukan saya yang enggak ahli,” balas Sarlito diikuti riuh hadirin di ruang sidang.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif