News
Rabu, 31 Agustus 2016 - 15:30 WIB

Benarkah Usia Mbah Gotho 146 Tahun? Kades Ungkap Pengakuan Mbah Dipo

Redaksi Solopos.com  /  Jafar Sodiq Assegaf  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Mbah Gotho salah satu manusia tertua di dunia asal Sragen (JIBI/Solopos/Dok)

Kisah unik Mbah Gotho pria berusia 146 tahun tak jarang diragukan banyak pihak.

Solopos.com, SRAGEN — Suparlan atau Sodimejo atau biasa dipanggil Mbah Gotho merupakan satu manusia tertua di dunia. Pria berusia 146 tahun ini berasal dari Dukuh Segeran RT 018/RW 008, Desa Cemeng, Kecamatan Sambungmacan, Sragen.

Advertisement

Kisahnya yang dianggap mencengangkan diangkat oleh media-media asing. Tak tanggung-tanggung, dari media berbahasa Arab, Mandarin hingga Inggris, mengulas kisah Mbah Gotho. Xinhua dan The Telegraph beberapa dari media asing yang membicarakan Mbah Gotho.

Begitu beredar luas, cerita tentang Mbah Gotho ini justru menuai pro dan kontra di dalam Negeri. Tak sedikit netizen yang meragukan tahun kelahiran Mbah Gotho yang tertera di kartu tanda penduduk (KTP).

Advertisement

Begitu beredar luas, cerita tentang Mbah Gotho ini justru menuai pro dan kontra di dalam Negeri. Tak sedikit netizen yang meragukan tahun kelahiran Mbah Gotho yang tertera di kartu tanda penduduk (KTP).

Terkait keraguan ini, Kepala Desa Cemeng, Sriyanto, 54, punya pengakuan sendiri. Sriyanto mengaku sudah mendapati Mbah Gotho dalam keadaan tua ketika dirinya masih kecil.

“Sejak masih sangat kecil, saya sudah mendapati Mbah Gotho sebagai kakek tua yang seluruh rambutnya beruban namun tetap tegak berotot. Orangnya tinggi dengan perawakan gemuk. Kalau berjalan agak terbungkuk, tergopoh-gopoh namun langkahnya tegas, cepat dan bertenaga. Suaranya juga lantang. Mungkin karena itulah dia dipanggil sebagai Mbah Gotho, karena jalannya yang cepat dan kelihatan tergesa-gesa itu,” ujar Sriyanto dikutip dari Detik, Selasa (30/8/2016).

Advertisement

Meski begitu, Sriyanto tetap tak bisa memastikan. Meskipun Mbah Gotho juga lahir di desa tersebut, namun data kependudukan yang mencatat kelahiran Mbah Gotho sudah tak lagi bisa ditemukan.

Dia hanya berpegangan pada dokumen berupa Kartu Keluarga dan KTP yang dimiliki oleh Mbah Gotho yang mencatat bahwa lelaki renta itu kelahiran 31 Desember 1870.
Sriyanto lantas menceritakan sosok almarhum Mbah Dipo yang wafat lima tahun lalu di usia 112 tahun.

“Semasa hidupnya Mbah Dipo pernah mengatakan tidak seumuran dengan Mbah Gotho. Ketika Mbah Dipo masih sangat kanak-kanak, saat itu Mbah Gotho sudah seorang pemuda dewasa yang telah menikah,” lanjut Sriyanto.

Advertisement

Nama Asli Sodimejo

Temuan Solopos.com, Mbah Gotho memiliki empat istri resmi namun hanya memiliki tiga anak. Semua istri dan anaknya sudah mendahuluinya.

Terlahir dengan nama kecil Saparman dan sesuai tradisi masyarakat Jawa saat itu, dia berganti nama setelah menikah. Nama tuanya adalah Sodimejo.

Advertisement

Namun semua orang di kampung tempat tinggalnya di Dusun Segeran, Desa Cemeng, Sambungmacan, Sragen, lebih mengenalnya sebagai Mbah Gotho.

Kata Gotho tidak dikenal sebagai kata baku dalam bahasa Jawa. Namun kata itu sering dipakai di kalangan pedesaan untuk menggambarkan seseorang yang selalu bersemangat dan cenderung menggunakan otot ketika berjalan atau bertindak.
Prinsip hidupnya sabar dan menerima apa adanya. Prinsip itulah yang membuat Mbah Gotho hidup lama.

Ia sangat suka dengan jamu daun pepaya. Ia mengeluh beberapa hari terakhir tak lagi dibelikan jamu itu oleh cucunya. “Sabar itu subur. Narima [menerima] itu bakal utama. Itu yang mestinya dipegang manusia sampai kiamat. Saya itu makan pahit, asin, pedas, manis ya saya terima. Jagat itu ada dua, yakni jagat [orang bebuat] baik dan jagat [orang berbuat] buruk,” ujarnya ketika ditemui Solopos.com, Sabtu (28/8/2016).

Ia beberapa kali menyebut kiamat sudah dekat. Ia menyampaikan pesan agar selalu ingat. Suryanto menyampaikan kalau simbahnya pernah hanyut di sungai tetapi bisa selamat sendiri.

 

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif