News
Selasa, 30 Agustus 2016 - 20:00 WIB

Soal Terpidana Boleh Nyalon, Mendagri Ikuti KPU

Redaksi Solopos.com  /  Adib Muttaqin Asfar  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tjahjo Kumolo. (Kemendagri.go.id)

Keputusan bahwa terpidana hukuman percobaan boleh mencalonkan diri ditolak KPU. Mendagri pun melunak.

Solopos.com, JAKARTA — Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) berkomitmen untuk menyepakati Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) selama dinilai tak bertentangan dengan undang-undang dan putusan Mahkamah Konstitusi (MK). Hal itu terkait aturan pemberian kesempatan terpidana hukuman percobaan untuk mencalonkan diri.

Advertisement

Mendagri Tjahjo Kumolo menyatakan pemerintah menilai telah memperhitungkan dengan detail terkait aturan tersebut. Untuk itu, Mendagri mengatakan pemerintah akan mengikuti KPU.

“Salah satu pasal memang ada acara konsultasi dengan DPR, tujuannya agar peraturan KPU itu tidak menyimpang. Sebab ini akan rancu. Pemerintah ikut KPU sepanjang tidak bertentangan dengan UU dan putusan MK,” kata Tjahjo dalam Pengukuhan Pengurus Asosiasi DPRD Se Indonesia (ADKASI), Selasa (30/8/2016).

Dia menambahkan tujuan DPR juga hanya untuk tertib administrasi. Maka, sebelum diputuskan KPU perlu ada konsultasi dengan pihak legislatif. Namun, lanjutnya, selama tidak ada bertentangan dengan undang-undang, DPR tak akan mempermasalahkannya.

Advertisement

Sebelumnya Rapat Dengar Pendapat (RDP) antara Komisi II DPR bersama KPU, Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), dan Kementerian Dalam Negeri, pada Jumat (26/8/2016) lalu, memutuskan untuk memberi kesempatan terpidana hukuman percobaan mencalonkan diri.

Komisi II DPR beralasan bahwa putusan hukuman percobaan belum berkekuatan hukum tetap atau inkracht. Putusan itu baru berkekuatan hukum tetap setelah masa percobaan dilalui. KPU pun diminta merevisi Peraturan KPU No. 5/2016 tentang Pencalonan.

Sedangkan, Ketua KPU Juri Ardiantoro mengatakan KPU menolak adanya pemberian kesempatan untuk terpidana hukuman percobaan yang ingin mencalonkan diri dalam pemilihan kepala daerah. Menurut dia, kebijakan itu malah bertolak belakang dengan UU No. 10/2016 tentang Pilkada.

Advertisement

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif