Jogja
Minggu, 28 Agustus 2016 - 03:20 WIB

DPRD BANTUL : Status Tak Jelas, Pengelola Tanah Tutupan Pertanyakan Nasib ke DPRD DIY

Redaksi Solopos.com  /  Mediani Dyah Natalia  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Ilustrasi jumlah kursi DPRD Kota Solo 2024 (JIBI/dok)

DPRD DIY akan menerima audiensi pengelola tanah tutupan

Harianjogja.com, BANTUL — Pengelola tanah tutupan di Desa Parangtritis dan sekitarnya akan melakuan audiensi dengan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) DIY pada Senin (29/8/2016). Audiensi mereka ini terkait nasib tanah tutupan. Hingga saat ini status kepemilikan tanah tutupan yang sebagian dilintasi Jalur Jalan Lintas Selatan (JJLS) ini tidak jelas, karena di peta desa tanah tersebut dicoret merah.

Advertisement

Menurut Ketua Masyarakat Pengelola Tanah Tutupan Parangtritis (MPT2P), Sardjiyo, tanah tutupan yang mereka garap ini dulunya merupakan tanah milik warga yang telah mengantongi Letter C. Namun saat Pemerintah Jepang datang, tanah yang saat ini disebut sebagai tanah tutupan itu di peta desa dicoret merah oleh pemerintah, dengan tulisan X-03 di peta.

Lanjut Sardjiyo, tanah tutupan ini sekarang menjadi polemik karena status kepemilikan tanah tersebut tidak jelas, alias tak bertuan. Sementara warga meyakini jika tanah tersebut merupakan tanah milik keluarga, yang selama ini dikelola secara turun-temurun.

“Kalau kami tuntutannya ya ingin agar status kepemilikannya dikembalikan ke pemilik semula (warga),” ujarnya, Jumat (26/8/2016).

Advertisement

Atas kehendak ini, Sardjiyo beserta warga lainnya telah melayangkan surat ke DPRD DIY untuk beraudiensi. Menurut kesepakatan lisan antara Sardjiyo dengan pimpinan DPRD DIY, audiensi itu akan dilaksanakan pada Senin (29/8/2016) pada pukul 10.00 WIB. Menurut Sardjiyo rencanaya warga akan tegas menyuarakan untuk perberlakukan UUPA 1960 sepenuhnya.

Tanah tutupan yang melilit warga Parangtritis dan sekitarnya ini cukup luas. Setidaknya tercatat ada sekitar 106 hektare tanah tutupan yang tak bertuan. Sementara selama ini tanah tersebut digarap sebanyak 256 warga, yang sebagian besar menggunakan tanah tersebut sebagai sawah dan ladang, untuk menafkahi keluarganya.

Advertisement
Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif