Jogja
Rabu, 24 Agustus 2016 - 01:20 WIB

MALL DI BANTUL : Penolakan Masih Berlanjut

Redaksi Solopos.com  /  Nina Atmasari  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Ilustrasi minimarket. (Reuters)

Mall di Bantul masih mendapatkan penolakan dari warga

Harianjogja.com, BANTUL– Penolakan terhadap rencana pembangunan mall oleh Pemerintah Kabupaten Bantul masih terus berdatangan. Sejumlah warga dan asosiasi pedagang pasar tegas menolak rencana pembangunan mall.

Advertisement

Salah seorang warga yang tinggal di Dusun Salakan, Desa Bangunharjo, Kecamatan Sewon, Sukirdi menilai lebih baik dibangun kampus dari pada mall, karena mall akan membuat warga lebih konsumtif. “Kalau ada kampus warga sini bisa buat usaha indekos ataupun warung makan,” ujarnya kepada Harianjogja.com, Senin (22/8/2016).

Mengenai kepastian pembuatan mall di Dusun Salakan, sepengetahuan Sukirdi tanah yang rencananya akan dibangun mall masih dalam sengketa dan belum jelas kepemilikanya.

”Dua bulan lalu sudah ada yang mengukur tanah tapi tidak tahu kelanjutanya seperti apa,” kata Sukirdi yang sehari-hari berjualan di sebelah lahan yang rencana akan dibangun mall.

Advertisement

Lebih lanjut Sukirdi mengatakan dampak pembangunan mall akan menaikkan harga tanah di sekitar dusun dan mengundang para investor untuk membeli tanah. Namun menurut dia sejauh ini belum ada warga yang menjual tanahnya.

Ketua Asosiasi Pedagang Pasar Indonesia (APPSI) Imogiri, Bantul, Darmanto mengatakan pada umumnya masyarakat Bantul belum memerlukan mall.

Selain itu menurutnya, jika dilihat dari peraturan yang mengharuskan jarak pasar tradisional dengan mall sejauh 3 km akan menyalahi aturan bila jadi didirikan di dusun Salakan yang hanya berjarak 1 Km dari pasar tradisional Prawirotaman.

Advertisement

Sementara, Ketua APPSI Piyungan, Sukarno dengan tegas menyatakan tidak setuju dengan rencana pembangunan mall. Menurut dia meskipun dibangun di wilayah perbatasan dengan Kota Jogja dia tetap tidak setuju. Karena kehadiaran mall itu tetap berpengaruh terhadap pasar tradisional.

Harga-harga yang berkaitan dengan barang-barang pabrikan di pasar tradisional itu kalah dengan mall. Menurutnya mall dapat membeli barang pabrikan dengan partai besar dan menjualnya dengan harga lebih murah. Sementara pedagang pasar tradisional yang memiliki modal sedikit sehingga akan kalah bersaing.

Sukarno menilai pemerintah tidak bisa menyamakan keberhasilan pasar Bringharjo yang tetap dapat bersaing dengan mall di Malioboro. Itu merupakan sebuah kasus yang berbeda menurut Suharto, karena berada di tengah kota sehingga daya beli masyarakat cukup tinggi, berbeda dengan masyarakat Bantul yang mayoritas adalah warga pedesaan.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif