Soloraya
Selasa, 23 Agustus 2016 - 10:00 WIB

Naiknya Harga Gula Belum Dinikmati Petani Sragen

Redaksi Solopos.com  /  Anik Sulistyawati  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Ilustrasi petani tebu rakyat. (JIBI/Solopos/Antara/Destyan Sujarwoko)

Harga gula yang kembali naik ternyata belum dinikmati para petani.

Solopos.com, SRAGEN—Kenaikan harga gula pasir sampai Rp14.000/kg di tingkat pengecer belum dinikmati petani tebu. Lelang gula pasir pada Kamis (18/8/2016) lalu, harga gula pasir masih di angka Rp11.799/kg. Harga tersebut jauh di bawah harga eceran tertinggi (HET) yang ditentukan pemerintah pusat senilai Rp13.000/kg.

Advertisement

Keluhan itu disampaikan Ketua DPD Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI) Jawa Tengah, Sukardi Wibisono, saat dihubungi Solopos.com, Senin (22/8/2016).

Dia menyampaikan penawaran lelang gula untuk Pabrik Gula (PG) Mojo Sragen dan PG Tasikmadu, Karanganyar paling tinggi senilai Rp12.010/kg dan terendah Rp11.799/kg. Lelang tersebut, kata dia, memutuskan penawar Rp11.799/kg sebagai pemenang. Lelang pada pekan sebelumnya, ujar dia, lebih rendah lagi di angka Rp11.400-an/kg.

“Harga gula saat lelang cenderung menurun dan otomatis merugikan petani. Dulu nilai lelang bisa sampai Rp14.700/kg. Kemudian turun menjadi Rp13.000/kg. Harga turun drastis ketika Bulog [Badan Urusan Logistik] menggelar operasi pasar dengan harga Rp10.500-Rp11.000/kg. Kalau kebijakan pemerintah seperti ini terus ya kapan petani tebu bisa berdaya?” kata Sukardi.

Advertisement

Dia menyampaikan nilai lelang gula di Jawa Tengah itu paling tinggi bila dibandingkan daerah lainnya. Dia menyayangkan kebijakan pemerintah yang mengizinkan beras impor digelontor ke pasaran karena mengacau tata niaga gula. Dia menyatakan petani dihadapkan pada harga gula yang rendah, rendemen gula yang rendah, dan ongkos tebang hingga angkut yang tinggi.

Sukardi menginginkan rendemen gula minimal mencapai 10% dengan cara revitalisasi sejumlah pabrik gula yang sudah aus mesinya. Dia menyinggung tentang adanya komitmen PT Perkebunan Nusantara IX yang akan menyubsisi petani tetapi kenyataannya sampai sekarang belum ada. Rencana revitalisasi PG pun, sambung dia, kemungkinan baru bisa dilakukan pada 2017 mendatang.

“Rendemen sekarang antara 6%-7%. Harapan petani bisa 11%-12%. Pada zaman Belanda, Jawa bisa ekspor gula karena rendemen sampai 14%. Sekarang dengan rendemen 10% saja, saya yakin Indonesia bisa ekspor dan tidak ragu bersaing dengan gula impor,” tutur dia.

Advertisement

Administratur Pabrik Gula (PG) Mojo, Sragen, Bambang Sutrisno, menyampaikan PG Mojo hanya memproduksi gula bukan menjual gula. Harga gula itu, kata dia, ditentukan oleh lelang yang dilakukan setiap pekan di Semarang. Dia mengatakan petani sendiri yang menjual gula mereka di bawah koordinasi APTRI.

“Saya hanya mendengar kabar harga gula saat lelang pekan lalu hanya di Rp11.000-an/kg. Harga cenderung turun bukan naik. Kalau di pasaran saya tidak tahu. Untuk di PG Mojo rendemen harian masih 6,12%. Naik turunnya rendemen itu tergantung bahan bakunya. Rendemen di PG Mojo belum sampai 7%,” tuturnya.

 

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif