Soloraya
Selasa, 23 Agustus 2016 - 19:15 WIB

KULINER WONOGIRI : Inilah Sajian Botok Walang Sangit, Mau?

Redaksi Solopos.com  /  Ahmad Mufid Aryono  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Warno, 60, menunjukkan botok walang sangit yang disajikan dengan nasi tiwul di warungnya di belakang Kantor Kejari Wonogiri, Selasa (23/8/2016). (Rudi Hartono/JIBI/Solopos)

Kuliner Wonogiri kali ini tentang botok walang sangit dan nasi tiwul.

Solopos.com, WONOGIRI–Orang Jawa pasti tahu walang sangit. Ya, belalang yang berbau sangat menyengat. Serangga itu banyak ditemui jika musim panen padi tiba. Orang tak mau menyentuhnya karena tak ingin bau tak enak itu terus menusuki hidungnya. Lalu, bagaimana jika walang sangit dimakan? Anda pernah membayangkan rasanya?

Advertisement

Walang sangit menjadi bahan makanan sejak zaman dahulu. Masyarakat dahulu biasa membuat sambal walang sangit. Seiring berjalannya waktu walang sangit dibuat botok. Kuliner itu semakin lama kian terkikis zaman. Namun, ternyata olahan walang sangit tak sepenuhnya sirna.

Di Wonogiri kuliner berbahan walang sangit masih bisa ditemui di musim panen padi seperti sekarang ini. Para penjaga tradisi kuliner lawas ini kerap membuatnya untuk konsumsi pribadi.

Bahkan, ada pula warga yang menjual walang sangit dalam kondisi hidup di pasar. Pembelinya pun selalu ada meski tak banyak. Salah satunya, Warno, 60. Dia selalu membeli walang sangit hidup untuk dibuat botok. Lelaki yang akrab disapa Tesi itu menjual botok walang sangit buatannya di warung makannya di belakang Kantor Kejaksaan Negeri (Kejari) Wonogiri.

Advertisement

“Yang suka biasanya orang tua. Kalau orang-orang sekarang enggak ada yang suka. Mungkin mereka menganggapnya kuliner ekstrem. Tapi buat keluarga saya sudah biasa. Ada beberapa orang yang selalu membeli botok walang sangit buatan saya. Ada yang membeli 10 bungkus, ada yang beli 15 bungkus. Sebungkus cuma Rp1.000,” ucap Tesi.

Membuat botok walang sangit seperti membuat botok lainnya, yakni dimasak dengan bumbu standar yang dicampur dengan parutan kelapa muda. Bumbu standar, yakni bawang merah, bawang putih, garam, gula, dan vetsin dihaluskan. Bumbu yang sudah halus dicampur dengan parutan kelapa muda. Bahan campuran dicampur juga dengan walang sangit lalu diulek. Bahan yang sudah tercampur dibungkus di daun pisang lalu dikukus hingga matang.

Hasilnya, botok walang sangit yang rasanya bisa menyeret para penikmatnya ke masa silam. Setidaknya hal itu menurut Tesi. Makanan olahan walang sangit identik dengan suasana desa. “Jangan salah, enak hlo rasanya. Dimakan pakai nasi tiwul lebih jos,” imbuh Tesi.

Advertisement

Solopos.com beruntung karena botok walang sangit yang dijual di warung kejaksaan masih tersisa satu buah. Saat bungkus botok dibuka aroma walang sangit langsung semerbak. Dan ketika botok dibongkar menggunakan garpu, terlihat puluhan walang sangit lengkap dengan kaki dan sayap di dalamnya. Solopos.com memberanikan diri mencobanya. Tatkala botok dan nasi tiwul masuk ke mulut, rasanya seperti botok lainnya. Namun, aromanya yang menyengat membuat saya susah menelannya. Saya hanya mampu menyantap beberapa sendok. Nasi tiwul saya habiskan dengan sayur lain. “Gimana rasanya?” ujar Tesi sembari tersenyum melihat ekspresi saya.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif