Jogja
Selasa, 23 Agustus 2016 - 15:20 WIB

KASUS KORUPSI BANTUL : Pamong Tersangka Korupsi Belum Diberhentikan

Redaksi Solopos.com  /  Nina Atmasari  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Petugas dari Gudang Bulog Logandeng sedang menurunkan jatah beras miskin untuk warga di Desa Bejiharjo, Karangmojo, Jumat (5/8/2016). (David Kurniawan/JIBI/Harian Jogja)

Kasus korupsi Bantul yang menyeret perangkat desa belum berlanjut penetapan tersangka perangkat desa tersebut

Harianjogja.com, BANTUL– Tersangka korupsi pengadaan beras untuk keluarga miskin (raskin) di Desa Poncosari, Srandakan, Bantul hingga kini tidak kunjung diberhentikan dari jabatannya sebagai pamong desa. Kasus ini segera dilimpahkan ke persidangan.

Advertisement

Dugaan korupsi raskin di Desa Poncosari, Srandakan menjerat Kepala Seksi (Kasi) Kesejahteraan Rakyat (Kesra) Pemerintah Desa (Pemdes) setempat berinisial HS sebagai tersangka.

HS telah ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan Kejaksaan Negeri (Kejari) Bantul bersama seorang tersangka lainnya sejak Juli lalu. Namun sampai detik ini, ia belum diberhentikan dari jabatannya sebagai Kasi Kesra.

Advertisement

HS telah ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan Kejaksaan Negeri (Kejari) Bantul bersama seorang tersangka lainnya sejak Juli lalu. Namun sampai detik ini, ia belum diberhentikan dari jabatannya sebagai Kasi Kesra.

Padahal Peraturan Daerah (Perda) mengenai Pamong Desa mengamanahkan agar pamong desa diberhentikan sementara dari jabatannya apabila menjadi tersangka korupsi. Posisi pamong yang kosong dapat diisi oleh perangkat desa lainnya agar pembangunan desa tidak terganggu lantaran kekosongan jabatan.

Camat Srandakan Anom Adianto mengatakan, HS belum diberhentikan sebagai pamong desa karena sampai sekarang Pemerintah Desa tidak mendapatkan surat keterangan status tersangka dari Kejari Bantul.

Advertisement

Surat itu penting karena menjadi dasar hukum bagi Kepala Desa Poncosari Suprianto memberhentikan HS. Surat itu juga menjadi dasar hukum Camat memberi rekomendasi pemberhentian HS ke Kepala Desa.

“Menurut Pak Lurah Poncosari, dia sudah minta surat status tersangka ke Kejaksaan tapi tidak dikasi. Katanya Kejaksaan tidak bisa memberi surat status tersangka itu. Surat itu hanya boleh diberikan ke tersangka atau pengacaranya. Makanya sampai sekarang Lurah tidak bisa memberhentikan pamong itu karena tidak ada surat yang menjadi dasar pemberhentian,” ungkap Anom Adianto, Senin (22/8/2016).

Advertisement

Lantaran terganjal masalah birokrasi, Anom melaporkan kondisi tersebut ke Pemkab Bantul guna mendapat petunjuk. Camat, Kepala Desa, Bagian Hukum dan Bagian Pemdes akhirnya menggelar rapat ikhwal pemberhentian HS yang diklaim terganjal birokrasi di Kejaksaan.

“Keputusan rapat itu, Kepala Desa diminta mengirim surat ke Bupati Suharsono mengenai status tersangka HS. Harapannya biar Bupati yang meminta keterangan ke Kejaksaan,” ujar dia.

Namun jawaban yang diberikan Kepala Kejari Bantul Ketut Sumedana justru berbeda. Menurut dia, surat keterangan status tersangka boleh saja diberikan ke desa asal ada permintaan dari Pemerintah Desa.

Advertisement

“Langsung ke sini temu Kepala Kejari, apa yang dibutuhkan akan kami berikan biar enggak berpolemik,” tegas Ketut Sumedana.

Bersambung halaman 3

Ia mengatakan, kasus dugaan korupsi raskin tersebut dijadwal naik ke persiangan pekan depan.

 

“Minggu lalu kasusnya sudah P21 [pelimpahan berkas perkara dari penyidikan ke penuntutan], hari ini pelimpahan tahap dua berupa barang bukti dan tersangka ke penuntut umum,” imbuh dia.

Kepala Desa Poncosari Srandakan Supriyanto sejak kasus raskin mencuat tidak bisa dikonfirmasi oleh media. Dia tidak pernah mau mengangkat telepon, meski sudah membaca pesan dari media via Whatsapp yang ingin mewawancarainya.

Tersangka HS ditahan pada 21 Juli lalu. Perkara ini diduga merugikan negara senilai Rp397 juta. Ada dua modus yang diduga dilakukan tersangka dalam kasus korupsi raskin Srandakan. Pertama menaikkan harga jual raskin di atas standar yang ditetapkan pemeirntah yaitu Rp1.600 per kilogram menjadi Rp1.700.

Raskin dengan harga mark up (digelembungkan) tersebut disalurkan ke ribuan warga sejak 2012 hingga 2015. Modus lainnya adalah memotong jumlah Rumah Tangga Sasaran (RTS) penerima raskin, dan mengalihkan sebagian bantuan raskin untuk keuntungan pribadi tersangka.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif