News
Selasa, 23 Agustus 2016 - 17:04 WIB

Gerindra Tolak Revisi UU Kewarganegaraan Demi Gloria dan Arcandra

Redaksi Solopos.com  /  Adib Muttaqin Asfar  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Menteri ESDM Arcandra Tahar memberikan keterangan kepada media seusai mengikuti rapat koordinasi di Kantor Kemenko Maritim, Jakarta, Selasa (9/8/2016). Rakor itu membahas kelanjutan proyek Tanjung Benoa dan pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Batam, Bintan dan Karimun (BBK). (JIBI/Solopos/Antara/Akbar Nugroho Gumay)

Revisi UU Kewarganegaraan menjadi kontroversi baru setelah munculnya masalah Gloria dan Arcandra Tahar.

Solopos.com, JAKARTA — Fraksi Gerindra akan menolak rencana revisi UU No. 12/2006 tentang Kewarganegaraan jika bertujuan untuk mengakomodasi dwi kewarganegaraan. Anggota Komisi III DPR, Muhammad Syafi’i dari Fraksi Gerindra mengatakan revisi itu mencuat setelah mantan Menteri ESDM Archandra Tahar dan Gloria Natapraja Hamel masing-masing diketahui memiliki paspor Amerika Serikat dan Prancis.

Advertisement

“Kalau hanya dua kasus itu kemudian pemerintah dan DPR mau merevisi, sementara hal itu akibat kelalaian istana kepresidenan dalam merekrut pejabat publik. Padahal, dalam UU No. 39 tahun 2008 tentang kementerian negara sudah tegas harus WNI. Bagaimana kinerja BIN, kepolisian dan lain-lain?” tanya Syafi’i.

Hal itu dia ungkapkan dalam acara Forum Legislasi bertajuk Revisi UU Kewarganegaraan bersama anggota Komisi III DPR Andreas Hugo Pareira dan Guru Besar Hukum Internasional Hikmahanto Juwana di Gedung DPR, Selasa (23/8/2016). Seharusnya, kata Syafi’i, langkah yang harus diambil bukan merevisi, melainkan merapikan dan mendisiplinkan kinerja lingkungan Istana Kepresidenan dalam merekrut pejabat negara.

“Jangan seperti akrobatik. Di mana yang namanya pejabat negara itu dibutuhkan nasionalisme, sehingga tidak harus menunggu proses seseorang menjadi WNI untuk memberikan kontribusi kepada Indonesia,” ujarnya.

Advertisement

“Mengapa? Karena kalau sudah WNI nasionalismenya pasti dijamin untuk membangun Indonesia. Sebaliknya, kalau warga negara asing [WNA] motifnya pasti untuk kepentingan ekonomi. Apalagi Indonesia ini negara kaya raya, yang menjadi rebutan orang asing.”

Sementara itu, Hikmahanto menyatakan terkejut dengan pernyataan Presiden Jokowi dan Ketua DPR yang ingin memulangkan 74 professor di luar negeri dengan merevisi UU Kewarganegaraan. “Padahal, tak ada kaitan masalah Archandra dan Gloria dengan UU Kewarganegaraan. Bahwa kedudukan menteri, pejabat publik itu sebagai personifikasi negara, dan UU memerintahkan WNI. Kalau menjadi rektor UI itu tidak masalah,” ujarnya.

Kalaupun ditarik ke Indonesia, kata Hikmahanto, hal itu mungkin dan harus sudah diatur dalam UU Kewarganegaraan Pasal 20 dengan dasar pertimbangan orang yang berjasa untuk kepentingan bangsa dan negara yang lebih besar. Namun hal itu harus dilakukan atas pertimbangan dari DPR.

Advertisement

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif