Gini ratio Indonesia turun tipis. Bukan karena kian makmur, tapi perlambatan ekonomi.
Solopos.com, JAKARTA — Tingkat ketimpangan pengeluaran penduduk Indonesia yang diukur menggunakan Gini ratio (rasio Gini) turun tipis pada Maret 2016 dibandingkan September 2015 karena perlambatan ekonomi global.
Pada Maret 2016, gini ratio penduduk Indonesia mencapai 0,397. Angka tersebut turun tipis dibandingkan September 2016 yang mencapai 0,402. Namun jika dibulatkan dua angka di belakang koma, angka Gini ratio stagnan di level 0,40.
Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Suryamin menduga rasio ketimpangan pengeluaran turun tipis sebagai dampak perlambatan perekonomian global. Hal ini menyebabkan pengeluaran kelompok masyarakat atas menurun. “Perlambatan ekonomi global belum membaik bahkan harga komoditas belum naik sehingga berdampak pada penurunan Gini Ratio,” katanya di Kantor BPS, Jumat (19/8/2016).
Gini ratio di daerah perkotaan lebih tinggi dibandingkan daerah perdesaan. Rasio ketimpangan di perkotaan mencapai 0,410 pada Maret 2016, turun 0,018 dibandingkan Gini ratio pada Maret 2015. Angka ini juga turun 0,009 poin dibandingkan September 2015.
Sementara Gini ratio di perdesaan pada Maret 2016 mencapai 0,327, menurun 0,007 poin dibandingkan Gink Ratio Maret 2015 yang sebesar 0,334. Nilai tersebut juga turun 0,002 poin dibandingkan Gini Ratio September 2015 yang sebesar 0,329. “Selama periode Maret 2015 hingga Maret 2016, distribusi pengeluaran kelompok penduduk 40% terbawah masih dalam kategori ketimpangan rendah, namun distribusinya semakin menurun,” tegasnya.
Pada Maret 2015, distribusi pengeluaran kelompok penduduk 40% terbawah mencapai 17,10%. Kemudian naik menjadi 17,45% pada September 2015 menjadi 17,02% pada Maret 2016.