Soloraya
Rabu, 17 Agustus 2016 - 06:00 WIB

NARKOBA SRAGEN : Terlibat Peredaran Narkoba, 36 Napi Dipindahkan dan 3 Sipir Dipecat

Redaksi Solopos.com  /  Anik Sulistyawati  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Ilustrasi anti narkoba (Istimewa)

Narkoba Sragen peredarannya diketahui melibatkan sejumlah napi dan sipir.

Solopos.com, SRAGEN — Sebanyak 36 narapidana yang terlibat kasus narkoba di Lembaga Pemasyarakatan (LP) Kelas IIA Sragen dipindahkan ke LP Ambarawa, Magelang, dan Nusa Kambangan karena dianggap membahayakan petugas LP. Salah satu napi di antaranya seorang pecatan sipir LP setempat yang tertangkap sebagai pengedar dan pengguna narkoba.

Advertisement

Hal tersebut disampaikan Kepala LP Kelas IIA Sragen, Rudy Djoko Sumitro, saat ditemui Solopos.com di ruang kerjanya, Selasa (16/8/2016) siang. Penjelasan tersebut disaksikan Kepala Pengamanan LP (KPLP) Riyanto dan Kasi Bimbingan Narapidana dan Anak Didik LP, Tutut Jemi Setiawan. Rudy mencatat ada tiga sipir yang dipecat langsung oleh Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) sejak 2014-2016.

Ketiga sipir yang dipecat karena terlibat kasus narkoba itu terdiri atas, Eko W., 45, warga Dukuh Jetak RT 013, Desa Pringanom, Masaran yang tertangkap tangan aparat Polres Sragen saat membawa sabu-sabu di kediamannya pada 2012 lalu; Pudi Widodo, 37, warga Teguhan Kidul, Kelurahan Plumbungan, Karangmalang yang ditangkap polisi karena membawa tiga paket sabu-sabu seberat tiga gram pada 2013; dan Didik Adi Ratmoyo, 51, warga Jagan RT 022/RW 007, Kelurahan Kroyo, Karangmalang, yang dibekuk polisi karena membawa sabu-sabu seberat satu gram.

“Napi pecatan sipir berinisal D [Didik Adi Ratmoyo] inilah yang dipindahkan ke Magelang. Dia sudah dieksekusi dengan hukuman empat tahun. Selama di sini [LP], dia menunjukkan etiket tidak baik. Sebagai mantan pegawai, ya kita peringatkan sampai empat kali. Saya sendiri ikut mengingatkan langsung tetapi tetap tidak berubah ya akhirnya dipindah saja,” kata Rudy.

Advertisement

Mulai 25 Mei lalu, Rudy menyatakan “berperang” melawan HP, pungutan liar atau pungli, dan narkoba atau disingkat dengan halinar. Dengan gerakan itu, Rudy ingin menepis stigma yang melekat di LP Kelas IIA Sragen yang dianggap sebagai sarang narkoba. Dia mengintensifkan aksi penggeledahan terhadap ruang napi secara rutin dan insidental dengan melibatkan aparat dari Polres Sragen dan Kodim 0725/Sragen. Rudy juga tidak henti-hentinya sosialisasi dan pembinaan terhadap warga binaan LP yang dianggapnya sebagai siswa yang bersekolah menjadi baik bukan siswa dari school of crime atau sekolah kejahatan seperti anggapan masyarakat awam.

Dia menjelaskan penggeledahan dilakukan di setiap kamar yang dihuni oleh lima orang napi. Dia menyampaikan bila salah satu napi ditemukan membawa HP atau barang-barang terlarang maka empat napi lainnya juga terkena sanksinya karena tidak maumengingatkan. Dia menyebut sanksi yang diberikan itu berupa pencabutan hak remisi, pencabutan hak cuti bersyarat dan bebas bersyarat, dan pemindahan ke LP. Pemindahan terhadap 36 napi ke Ambarawa, Magelang, dan Nusa Kambangan itu, kata dia, sebagai bentuk pemberian sanksi terhadap napi yang melanggar aturan di LP.

“Pada Minggu (14/8/2016) lalu, kami operasi secara internal dimulai pukul 24.00 WIB dan menemukan satu napi yang tidak baik. Tindak lanjut hasil operasi itu berupa pemindahan 20 oran napi ke Nusa Kambangan yang terdiri atas 13 napi kasus narkoba dan 7 napi kasus pidana umum tetapi terlibat jaringan narkoba,” tutur dia.

Advertisement

Rudy juga menepis napi berinisal G yang disebut-sebut sebagai pemasok narkoba kepada sindikan pengedar narkoba di Klaten belum lama ini. Dia menyampaikan indikasi yang disampaikan Polres Klaten itu baru sebatas hasil penyelidikan yang harus diuji kebenarannya. Yang namanya dugaan itu, kata dia, bisa benar dan bisa salah.

Rudy lebih mengetatkan pengawasan sipir LP dengan menggunakan gelang penanda. Dia menyebut ada empat warna gelang tangan yang terbuat dari bahan elastis, yakni biru, hijau, kuning, dan merah. Gelang warna biru dan hijau, sambung dia, menunjukkan sipir pemakainya disiplin dan taat aturan.

“Ketika terlambat datang apel sekali saja, gelang biru atau hijau itu berubah menjadi kuning yang artinya terkena proses penegakan kode etik. Bila tiga hari tidak ikut apel maka gelang itu menjadi merah yang artinya sanksi kode etik diproses dan dibuatkan berita acara,” ujarnya.

 

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif