Jogja
Minggu, 14 Agustus 2016 - 16:20 WIB

KASUS DBD SLEMAN : Kemarau Basah, Nyamuk Aedes Aegypty Lebih Produktif

Redaksi Solopos.com  /  Nina Atmasari  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Ilustrasi nyamuk penyebar DBD (JIBI/dok)

Kasus DBD Sleman harus diwaspadai karena adanya musim kemarau basah membuat nyamuk aedes aegypti untuk berkembangbiak

Harianjogja.com, SLEMAN- Masyarakat diimbau mewaspadai penyebaran demam berdarah dangue (DBD) selama musim kemarau basah. Pasalnya, musim ini menjadi waktu favorit bagi nyamuk aedes aegypti untuk berkembangbiak.

Advertisement

Hal itu diutarakan Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Sleman Mafilindati Nuraini. Dia menjelaskan, cuaca panas yang diselingi hujan merupakan waktu favorit untuk perkembangbiakan nyamuk pemicu DBD, aedes aegypt.

“Kami imbau masyarakat untuk tetap menjaga kebersihan di lingkungan masing-masing dan menggiatkan lagi pemberantasan sarang nyamuk,” kata Linda sapaan akrabnya, Jumat (12/8/2016).

Sejak Januari hingga Agustus ini, Dinkes mencatat sudah 556 kasus DBD di masyarakat. Meski menyerang ratusan warga, namun Linda mengklaim jika jumlah kasus DBD tahun ini turun dibandingkan sebelumnya. Bahkan setiap bulan kasusnya cenderung menurun.

Advertisement

“Kalau saat ini kasus DBD muncul lagi karena kondisi saat ini masih hujan,” kata Linda.

Dinkes mencatat, ada lima kecamatan dengan jumlah kejadian DBD tergolong tinggi. Kelima kecamatan itu meliputi Depok dengan 91 kasus, Gamping (74 kasus), Godean (71 kasus), Kalasan (70 kasus), dan Mlati (59 kasus). Akibat serangan DBD, tercatat sebanyak tujuh orang meninggal dunia, baik di Gamping, Seyegan, Mlati, Kalasan maupun Berbah.

“Kasus tertinggi memang di Depok. Ini karena jumlah penduduk dan permukiman di wilayah ini tinggi. Meski kasusnya tinggi, kami tidak menemukan pasien DBD yang meninggal dunia. Begitu terserang gejala DBD, langsung ditangani,” katanya.

Advertisement

Menurutnya, adanya pasien DBD yang meninggal dunia disebabkan penanganannya terlambat. “Saat ditangani kondisinya sudah terlambat. Untuk itu, kami menghimbau jika ada anggota keluarga yang demam tinggi segera ditangani. Jangan menunggu terlalu lama,” harap Linda.

Kepala Bidang Penanggulangan Penyakit dan Penyehatan Lingkungan Dinkes Sleman, Novita Krisnaeni menambahkan, puncak kasus DBD terjadi pada Februari lalu. Dinkes mencatat, penyakit berbahaya tersebut  menyerang 131 warga. “Setelah itu, jumlah kasusnya menurun,” jelas dia.

Masyarakat, katanya, harus menerapkan Pola Hidup Bersih dan Sehat (PHBS). Sampai saat ini pihaknya  masih terus  menggalakan gerakan juru pemantau jentik. “Jika melihat ada genangan air, sebaiknya langsung dibuang. Masyarakat harus memerhatikan lingkungan sekitar,” katanya.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif