Soloraya
Sabtu, 13 Agustus 2016 - 18:45 WIB

KESEJAHTERAAN JURNALIS : 2.000-an Media Belum Miliki Serikat Pekerja

Redaksi Solopos.com  /  Ahmad Mufid Aryono  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Ilustrasi demo buruh menolak upah murah (JIBI/Harian Jogja/Antara)

Kesejahteraan jurnalis, mayoritas perusahaan media di Indonesia belum memiliki serikat pekerja.

Solopos.com, SOLO–Hampir semua perusahaan media di Indonesia belum memiliki serikat pekerja. Kondisi ini memicu rendahnya posisi tawar jurnalis ketika terjadi problem kepegawaian seperti gaji hingga pemutusan hubungan kerja (PHK). Kurangnya kesadaran berserikat dinilai menjadi faktor dominan minimnya jumlah serikat pekerja.

Advertisement

Data yang dihimpun Federasi Serikat Pekerja Media (FSPM) Independen hingga 2014, hanya 24 media dari total 2.338 perusahaan media Indonesia yang memiliki serikat pekerja. Dari jumlah serikat pekerja yang berdiri, sekitar 11% di antaranya belum tercatat di dinas sosial tenaga kerja dan transmigrasi setempat sehingga belum memiliki legalitas. Mayoritas serikat pekerja masih terpusat di Jakarta.

“Jumlah serikat pekerja tidak sebanding dengan pertumbuhan perusahaan media. Padahal di industri lain, serikat pekerja biasanya berdiri seiring lahirnya perusahaan,” ujar Abdul Manan, Ketua FSPM Independen saat mengisi Workshop Pengorganisasian dan Kepemimpinan Serikat Pekerja yang digelar Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Solo di Hotel Sala View, Sabtu (13/8/2016).

Menurut Manan, kondisi ini sangat tidak menguntungkan jurnalis ketika terjadi problem kepegawaian seperti PHK dan gaji rendah. Dia mengatakan sebagian serikat pekerja baru terbentuk setelah seorang anggotanya terbentur konflik dengan perusahaan. Dari survei FSPM pada para jurnalis, ada lima tantangan yang merintangi lahir dan berkembangnya serikat pekerja. Tantangan itu yakni kaderisasi, minimnya kesadaran berserikat, kurangnya skill pengurus serikat pekerja, rendahnya partisipasi anggota serta tekanan dari perusahaan.
“Kehadiran serikat pekerja perlu didorong. Jangan sampai baru ada kasus lalu kelabakan. Saat terbaik pembentukan serikat pekerja justru saat kondisi perusahaan stabil dan tidak ada konflik,” tuturnya.

Advertisement

Jurnalis Radar Solo, Boy Rahmanto, mengatakan sejumlah wartawan medianya telah menginisiasi serikat pekerja. Konsolidasi, imbuhnya, dilakukan melalui kegiatan informal seperti olahraga agar lebih cair. Namun Boy mengakui hingga kini belum muncul kesepahaman ihwal arah serikat pekerja.

“Belum ada persepsi yang sama. Namun, kami sependapat serikat pekerja penting. Jurnalis enggak bisa bergerak sendiri-sendiri.”

Jurnalis Solopos, Syifaul Arifin, menilai ada ketakutan dari para jurnalis ketika ingin membentuk serikat pekerja. Wartawan, imbuhnya, khawatir berbenturan dengan perusahaan sehingga berdampak pada pekerjaan. Menyikapi hal itu, Syifaul menawarkan pendekatan kemitraan saat menginisiasi serikat pekerja.

Advertisement

“Posisikan perusahaan sebagai partner. Kita beri jaminan kepada bos media kinerja karyawan akan meningkat (setelah terbentuk serikat pekerja). Jadi akan muncul keseimbangan hak dan kewajiban.”

Jurnalis tribunsolo.com, Daryono, mengatakan rasa kekeluargaan antarjurnalis perlu dipupuk sebelum membentuk serikat pekerja. “Jangan muluk-muluk pengin bikin serikat pekerja kalau antarjurnalis saja belum kompak. Kultur kekeluargaan perlu dibangun dulu.”

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif