Soloraya
Rabu, 10 Agustus 2016 - 14:40 WIB

PERTANIAN BOYOLALI : Petani Teter Tolak Jual Gabah ke Bulog, Ini Alasannya

Redaksi Solopos.com  /  Ahmad Mufid Aryono  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Ilustrasi (JIBI/Harian Jogja/Antara/Arief Priyono)

Pertanian Boyolali, petani di Desa Teter menolak menjual gabah ke Bulog dengan alasan transparansi harga jual.

Solopos.com, BOYOLALI–Para petani di Desa Teter, Kecamatan Simo, menolak menjual gabah hasil panen mereka ke Bulog. Para petani mengaku kecewa lantaran gabah kering mereka hanya dihargai Bulog paling tinggi Rp4.150/ kg.

Advertisement

Salah satu petani asal Desa Teter, Ali Basuki, mengatakan para petani di desanya sepakat tak mau menjual gabah kering mereka ke Bulog. Kesepakatan itu disampaikan petani setelah pegawai Perum Bulog Subdivre III Surakarta menakar gabah petani dalam acara Serap Gabah (Sergab) di desa setempat, Selasa (9/8/2016) lalu. Dalam acara tersebut para petani berharap gabah kering mereka dihargai sebagaimana harga gabah kering giling (GKG), yakni sekitar Rp4.650/ kg.

“Gabah petani kami hanya dihargai paling tinggi Rp4.150. Kami menolak menjual ke Bulog,” ujar Ali saat berbincang dengan Solopos.com di lokasi, Rabu (10/8/2016).

Ali mengaku kecewa dengan penakaran yang dilakukan pegawai Bulog Subdivre III Surakarta. Ali menuding telah terjadi ketidaktransparan dalam melakukan penakaran gabah petani. Ali bahkan sempat mendebat petugas Bulog terkait cara dan alat penakaran.

Advertisement

“Ukuran kadar air gabah kami sebelumnya sudah ditakar mencapai 12,2%. Hla kok, pas diukur ulang berganti 14,7%. Ini ada permainan apa?” jelas dia.

Lantaran emosi, Ali lantas mengambil uang Rp20 juta di rumahnya untuk ditawarkan ke petugas Bulog. Uang itu, sebagai bahasa sindiran Ali kepada petugas untuk uang pelicin. “Karena sangat jengkel, saya bilang, sebenarnya yang rusak iki alatnya atau mental pegawainya,” ujarnya.

Terpisah, Koordinator Tim Sergab dari Bulog Divre III Surakarta, Joko Suwondo, tak mempermasalahkan sikap petani yang menolak menjual gabah ke Bulog. Suwondo mengaku sudah berpedoman pada Peraturan Menteri Pertanian RI No.21/2015 tentang pedoman pembelian gabah petani.

Advertisement

“Karena petani enggak cocok dengan harga, ya mereka tak menjualnya. Kami hanya menjalankan aturan,” akunya.

Terkait tudingan petani adanya ketidaktransparan dalam penakaran, Suwondo membantahnya. Meski demikian, ia membenarkan bahwa telah terjadi kesalahan pengukuran gabah petani saat itu. Kesalahan pengukuran itu, kata dia, murni karena alat ukurnya, bukan karena kesengajaan petugas.

“Yang rusak itu memang alatnya. Bukan kesengajaan petugas. Kami juga sudah mengambil alat ukur yang standar setelah dikomplain petani saat itu,” paparnya.

Komandan Koramil Simo, Kapt.(Inf) Undang Sahidin, berharap pihak Bulog dan petani harus lebih terbuka dan meningkatkan komunikasi. Hal itu dimaksudkan agar serap gabah petani bisa memutus mata rantai tengkulak yang berpotensi merugikan petani.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif